Homage Sebagai Katalisator Brand Awareness

Homage Sebagai Katalisator Brand Awareness

Homage Sebagai Katalisator Brand Awareness

Suatu tinjauan terhadap rezim Kekayaan Intelektual pada arloji mewah.

Globalisasi telah mendefinisikan ulang ekonomi modern dan merevolusi cara menjalankan bisnis dengan memberikan kesempatan bagi pelaku usaha untuk eksis melalui kolaborasi. Dengan kolaborasi, pelaku usaha dapat mengembangkan proposisi nilai yang ada untuk meraih pasar yang lebih luas di dalam maupun di luar negeri. 

Salah satu cara adalah dengan melalui ekonomi kreatif yang mensinergikan ide kreasi dan pemasaran branding untuk menjadi penggerak ekonomi. Untuk itu, dibutuhkan transformasi paradigma dari sebelumnya sekedar sebagai manufaktur yang tidak memiliki identitas menjadi pengembang yang mewakili identitas dan nilai tertentu melalui industri kreatif. 

Industri kreatif mengacu pada berbagai kegiatan ekonomi yang menghasilkan atau memberdayakan pengetahuan dan informasi melalui budaya kreatif (Howkins, 2001). Dalam hal ini, industri kreatif menggabungkan penciptaan, produksi, dan komersialisasi produk dan layanan berwujud maupun tidak berwujud, yang seringkali dilindungi oleh rezim kekayaan intelektual. 

Menurut UNCTAD (2019), nilai pasar global industri industri kreatif dan budaya diperkirakan mencapai $1.3 triliun. Sedangkan, OECD (2019) menunjukkan tingkat pertumbuhan antara 5 hingga 20% per annum. Nominal ini menunjukkan besarnya nilai ekonomis dari pasar produk kreatif bagi pelaku usaha.

Penguatan Nilai

Terdapat potensi pemanfaatan nilai ekonomis dari industri kreatif dengan brand awareness melalui kolaborasi (coattailing). Istilah coattail itu sendiri merupakan suatu idiom dimana seseorang mendapatkan manfaat dari kesuksesan orang lain, dengan menggunakan kesuksesan orang lain sebagai sarana untuk mencapai kesuksesannya sendiri. 

Dalam konteks ini adalah produk komersial yang menikmati kesuksesan atau mendapat manfaat dari adanya asosiasi terhadap produk yang menjadi acuan. Sedangkan, co-branding adalah kemitraan pemasaran dan periklanan strategis antara dua merek di mana keberhasilan satu merek membawa kesuksesan bagi merek mitranya juga. Co-branding dapat menjadi cara yang efektif untuk membangun bisnis, meningkatkan kesadaran merek (brand awareness), dan menembus pasar baru. Dalam hal ini, kedua audiens target pasar perlu menemukan nilai komplementer (complementer value) dari produk yang dihadirkan. 

Sebagai gambaran, hubungan co-branding Adidas dengan Kanye dan penggemar Yeezy menghasilkan peningkatan laba bersih Adidas sebesar 19.5% menjadi $1.9 miliar per annum. Selain itu, terdapat beberapa contoh kemitraan co-branding yang sukses, diantaranya adalah BMW dan Louis Vuitton, Starbucks dan Spotify, Apple dan MasterCard, serta Rolex dan Roger Federer (atau personality olahragawan papan atas lain).

Produk

Arloji mewah merupakan produk quasi-art yang berharga mahal. Hal ini terkait dengan kualitas arloji itu sendiri yang berkomposisikan material terbaik, mekanisme internal yang presisi, dan finishing yang membutuhkan pekerja terampil khusus dan waktu yang lama untuk membuat satu produk. 

Meskipun demikian, suatu arloji dapat dibuat menggunakan komponen berkualitas inferior dari produk arloji acuan. Sebagai contoh dengan menggunakan kaca mineral sebagai alternatif dari safir, atau menggunakan mekanisme gerak yang kurang akurat dibandingkan dengan produk arloji acuan. 

Hal ini memungkinkan merek biasa untuk membuat ulang arloji acuan yang lebih mahal dengan biaya produksi dan harga jual yang lebih rendah. Dalam hal ini, produk yang mengacu kepada produk lain yang telah mapan ini disebut sebagai produk homage. Selain itu, akses terhadap desain klasik atau yang telah mapan dan ikonik inilah yang menarik banyak penggemar baru arloji terhadap arloji homage

Hal ini dapat terjadi karena produk arloji kelas atas telah menjadi produk seni (art object) yang merefleksikan cita rasa dan image tertentu. Salah satu contoh produsen arloji dan merek homage yang terkenal adalah Tudor, yang digagas oleh Hans Wilsdorf sebagai alternatif merek yang terjangkau terhadap Rolex. 

Rolex sendiri telah banyak berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) mekanisme gerak internal dan mesin arloji unik, serta telah menghasilkan banyak inovasi paten. Dalam hal ini, Tudor menggunakan mesin jam yang dialih-dayakan (outsourced) dari produsen lain sambil tetap mempertahankan tampilan casing sebagaimana model Rolex. 

Beberapa arloji Tudor awal secara teknis merupakan homage dari Rolex, meskipun kemudian pada perkembangannya Tudor mampu mengembangkan produk dan membesarkan merek sendiri lepas dari bayang-bayang Rolex.

Konsepsi

Konsepsi produk homage pada dasarnya berbeda dengan produk replika atau bahkan dengan produk palsu. Istilah arloji tiruan atau replika digunakan untuk mengacu kepada arloji yang berusaha agar terlihat persis seperti arloji lain, padahal arloji lain tersebut diproduksi oleh manufaktur yang berbeda. 

Definisi lain dari istilah ini merujuk kepada suatu salinan atau model sebenarnya (exact model) dari sesuatu yang dibuat dalam skala yang lebih kecil. Disisi lain, produk palsu (counterfeit) adalah duplikat dari suatu benda asli (original artistic work) yang seringkali dibuat dengan niatan yang tidak baik, yaitu untuk menipu. 

Sebagai contoh adalah dengan memasang, misalkan, logo Rolex pada dial arloji yang tidak dibuat oleh Rolex. Sedangkan, istilah homage didefinisikan sebagai penghormatan yang diberikan kepada (tribute to) sesuatu yang menjadi acuan. 

Arloji homage umumnya menggunakan elemen desain atau gaya arloji lain yang menjadi acuan tersebut. Hal ini paling mudah dilihat pada arloji yang modelnya paling sering digunakan ataupun yang memiliki keunikan atau ciri khas, misalkan, Rolex Submariner. Terdapat lusinan merek yang telah menyalin setidaknya beberapa elemen model Rolex Submariner bagi model merek arloji mereka sendiri. Sebagai contoh adalah Timex, Seiko, Orient, Sandoz, Citizen, Steinhart. 

Meskipun demikian, berbagai produsen dan merek yang melakukan homage ini tidak mencoba untuk mengklaim apa yang bukan mereka ciptakan.

Prinsip

Terdapat prinsip tertentu dalam rezim hukum kekayaan intelektual (IP) yang dapat menjadi pengecualian terhadap dasar pelanggaran IP (IP breach). Doktrin fair use yang digunakan di Amerika Serikat mengizinkan penggunaan materi yang berhak cipta secara terbatas dan wajar tanpa harus terlebih dahulu memperoleh izin dari pemegang hak kekayaan intelektual. 

Doktrin ini merupakan salah satu mekanisme pembatasan hak yang dimaksud untuk menyeimbangkan kepentingan pemegang hak dengan kepentingan publik berupa pembelaan terhadap klaim pelanggaran kekayaan intelektual (Patricia Auderheide, 2011). 

Sedangkan, doktrin fair dealing yang ditemukan di banyak yurisdiksi negara-negara Persemakmuran Inggris (Commonwealth countries) yang menggunakan sistem common law adalah pembatasan dan pengecualian terhadap hak eksklusif yang diberikan oleh rezim hukum kekayaan intelektual kepada pencipta karya kreatif berupa serangkaian pembelaan terhadap tindakan pelanggaran hak eksklusif atas kekayaan intelektual. 

Namun, doktrin ini tidak dapat diterapkan pada tindakan apa pun yang tidak termasuk dalam salah satu kategori ini. Oleh karena itu, prinsip doktrin ini tidak fleksibel sebagaimana doktrin fair use. Prinsip dan doktrin ini memberikan ruang bagi homage sebagai salah satu upaya pengembangan dan katalisator brand awareness dengan tidak melanggar rezim hukum kekayaan intelektual sepanjang koridor yang diperbolehkan.

Kekayaan Intelektual

Produk arloji terdiri dari berbagai komponen, yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu casing tampilan luar dan design yang terlihat secara fisik, mekanisme kerja internal arloji, dan merek dari arloji itu sendiri. Komponen dan mekanisme internal dari arloji diatur dalam rezim paten, sedangkan model dan casing tampilan luar arloji diatur dalam rezim desain industri. Di sisi lain, penggunaan merek dari suatu produk arloji diatur dalam rezim merek dagang.

Masing-masing rezim hukum kekayaan intelektual tersebut memiliki ciri khas dan lingkup tersendiri dan dapat sedikit berbeda antara negara satu dengan negara lain. Walaupun homage tidak melanggar rezim kekayaan intelektual, pelaku homage sebaiknya meminta izin terhadap pemilik hak kekayaan intelektual untuk menghindari risiko konflik ataupun gugatan hukum di kemudian hari, melalui lembaga kolaborasi. 

Dalam ranah industri kreatif, lisensi merupakan izin yang diberikan oleh pemegang hak kekayaan intelektual kepada pihak lain berdasarkan perjanjian tertulis untuk memanfaatkan hak ekonomi dari suatu karya.

Oleh karena itu, produsen homage sebaiknya perlu untuk membuat perjanjian lisensi yang mengatur proporsi pembagian manfaat ekonomi yang diperoleh bagi para pihak. Perjanjian ini juga perlu untuk dicatatkan kepada negara sebagai pemenuhan asas publisitas.

Namun, perjanjian lisensi terhadap homage itu sendiri memiliki restriksi berupa jangka waktu tertentu ataupun keberlakuan terhadap model produk tertentu saja, karena sifat terbatas (limited) dari homage itu sendiri. Dengan pengelolaan mitigasi sebagaimana diuraikan, seyogyanya homage dapat menjadi katalisator bagi pengembangan brand awareness dari produk pelaku usaha sehingga dapat mengoptimalkan nilai ekonomis dari pasar industri kreatif dunia.

 

FL 

Artikel berupa opini ini ditulis oleh Gede Khrisna Kharismawan, Mahasiswa Pasca Sarjana pada Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada, Vice President, Junior Chamber International (JCI) Bali, 2019-2020.

Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi KlikLegal.

Dipromosikan