Langkah Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana Gempa Bumi

Langkah Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana Gempa Bumi

Langkah Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana Gempa Bumi

Secara geografis, Indonesia terletak pada zona pertemuan lempeng-lempeng besar dunia, yakni Lempeng Eurasia, Indo-Australia, Pasifik, dan Filipina. Kawasan Indonesia memiliki banyak patahan aktif yang mengakibatkan sering terjadinya gempa bumi. Aktivitas tektonik menyebabkan terbentuknya deretan gunung api di sepanjang pulau Sumatra, Jawa-Bali-Nusa Tenggara, pulau-pulau di sebelah utara Sulawesi-Maluku, hingga Papua.

Deretan gunung api Indonesia merupakan bagian dari deretan gunung api Asia-Pasifik yang sering disebut sebagai Cincin Api Pasifik atau deretan Sirkum Pasifik. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara rawan ancaman bencana alam, antara lain gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, dan longsor.

Selain ancaman yang disebabkan oleh faktor geologis, Indonesia juga menghadapi ancaman hidrometeorologis yang dipicu oleh perubahan iklim global. Ancaman hidrometeorologis tersebut antara lain berupa banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, cuaca dan iklim ekstrim, gelombang ekstrim/gelombang laut berbahaya, dan abrasi.

Ancaman hidrometeorologis yang tidak dapat diatasi dan dikelola potensi dampaknya dapat menjadi bencana yang menimbulkan korban jiwa, kerugian ekonomi, sosial, budaya, kerusakan infrastruktur, kerusakan perumahan dan permukiman, kerusakan lingkungan, serta hasil-hasil pembangunan lainnya. Wabah, penyakit hewan (hama dan penyakit tanaman, serta berbagai ancaman bioiogis lainnya juga dapat menimbulkan korban jiwa dan kerugian ekonomi yang tidak sedikit.

Di samping ancaman yang berasal dari alam, Indonesia pun rawan terhadap ancaman non-alam seperti kegagalan teknologi, kegagalan modernisasi, serta ancaman sosial berupa konflik sosial. Kegagalan teknologi dapat mencakup mulai dari kecelakaan transportasi, kegagalan konstruksi, sampai kegagalan teknologi nuklir, biologi, dan kimia.

Indonesia pun sudah beberapa kali mengalami kejadian luar biasa penyakit dan konflik sosial berbasis etnis, agama, budaya, agraria (lahan), lingkungan hidup, serta ekonomi yang menimbulkan korban jiwa, kerusakan, dan kerugian yang besar. Hal tersebut menjadi pembelajaran bagi pemerintah untuk menyusun sistem ketahanan bencana secara komprehensif.

Tingkat kerentanan yang tinggi semakin meningkatkan risiko bencana. Pertumbuhan penduduk dapat mengakibatkan meningkatnya kebutuhan ruang dan lahan. Peningkatan pemanfaatan ruang dan lahan yang tidak terkendali, pembalakan liar, dan urbanisasi yang tidak terencana dapat mendorong peningkatan kerusakan lingkungan yang selanjutnya dapat berdampak pada kejadian bencana yang lebih besar.

Penataan ruang yang tidak berbasis pengurangan risiko dan pembangunan infrastruktur baru di kawasan rawan bencana dapat menimbulkan risiko bencana baru. Selanjutnya, kejadian bencana dapat menghambat dan bahkan menghancurkan pembangunan yang telah dicapai.

Pemerintah dalam prioritas pembangunan nasional jangka menengah dan panjang yang telah memperhatikan pentingnya aspek penanggulangan bencana dalam pembangunan nasional, maka dirumuskan Visi Penanggulangan Bencana Tahun 2020-2044 sebagai berikut: “Mewujudkan Indonesia Tangguh Bencana untuk Pembangunan Berkelanjutan”.

Tangguh bencana bermakna bahwa Indonesia mampu menahan, menyerap, beradaptasi, dan memulihkan diri dari akibat bencana dan perubahan iklim secara tepat waktu, efektif, dan efisien. Tercapainya visi ini dibutuhkan demi mewujudkan dan mempertahankan tingkat kinerja pembangunan yang tinggi dan berkelanjutan dalam pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.

Upaya Penanggulangan Bencana

Secara umum, pemerintah sampai saat ini terus melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana, sebagaimana yang diatur dalam UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, mengatur:

  • Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana meliputi: kesiapsiagaan; peringatan dini; dan mitigasi bencana.
  • Perencanaan penanggulangan bencana ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya yang dikoordinasi oleh BNPB.
  • Kegiatan mitigasi dilakukan melalui: pelaksanaan penataan tata ruang; pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern;

Terkait kesiapan/ketahanan konstruksi bangunan di kota-kota besar, pemerintah telah melakukan langkah sebagai berikut:

  • Dalam perencanaan struktur Bangunan Gedung terhadap pengaruh gempa, struktur Bangunan Gedung harus diperhitungkan pengaruh gempa rencana sesuai dengan tingkat risiko gempa dan tingkat kinerja struktur. Setiap Bangunan Gedung di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air dan/atau prasarana atau sarana umum harus dilengkapi dengan fasilitas dan peralatan yang digunakan sebagai sarana keselamatan dalam kondisi darurat seperti kebakaran, gempa, dan banjir seperti penggunaan konstruksi bangunan yang tahan api, tahan gempa, dan/atau kedap air (PP Nomor 16 Tahun 2021 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung);
  • Konstruksi dimaksud menggunakan struktur bahan bangunan yang berstandar nasional seperti yang telah ditetapkan. Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 693/KEP/BSN/12/2019 tentang Penetapan Standar Nasional Indonesia 1726:2019 ata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan nongedung sebagai revisi dari Standar Nasional Indonesia 1726:2012 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan nongedung, sebagai pelengkapnya terdapat SNI sebagai berikut: SNI 1729:2020 Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja Struktural, SNI 7972:2020 Sambungan Terprakualifikasi untuk Rangka Momen Khusus dan Menengah Baja Pada Aplikasi Seismik, SNI 7860:2020 Ketentuan Seismik Untuk Bangunan Gedung Baja Struktural, SNI 8369:2020 Praktik Baku Bangunan Gedung dan Jembatan Baja, SNI 8899:2020 Tata Cara Pemilihan dan Modifikasi Gerak Tanah Permukaan untuk Perencanaan Gedung Tahan Gempa, dan SNI 8140:2020 Persyaratan beton struktural untuk rumah tinggal.

Progress penyempurnaan tata ruang rawan gempa oleh pemerintah daerah saat ini telah dilakukan langkah dan kebijakan sebagai berikut:

  • Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya yang termasuk dalam kawasan lindung adalah diantaranya kawasan rawan gempa bumi (Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang);
  • Pengumpulan data untuk Proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional paling sedikit ada memuat data dan informasi kebencanaan seperti peta kawasan rawan bencana gempa bumi (pasal 12 ayat 2 PP Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang);
  • Lebih lanjut diatur dalam Peraturan menteri pekerjaan umum nomor: 21 /PRT/M/2007 Tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi Dan Kawasan Rawan Gempa Bumi, PermenESDM No. 11 Tahun 2006 tentang Penetapan Kawasan Rawan Bencana Geologi.

Progress edukasi kesiapsiagaan bencana dan pendalaman kajian dimaksud yang telah dilakukan yaitu telah dilakukan langkah dan kebijakan sebagai berikut:

  • Penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan serta inovasi untuk kemandirian teknologi Penguatan dan pcngembangan Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami dilakukan oleh kementerian yang menyelenggarakan tugas dan fungsi pemerintahan di bidang geologi; lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika; dan lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengkajian (Perpres Nomor 93 Tahun 2019 tentang Penguatan Dan Pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi);
  • Telah dilakukan penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana ke dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional dan daerah bidang pendidikan dan penanggulangan bencana (Permendikbud Nomor 33 Tahun 2019 tentang Satuan Pendidikan Aman Bencana) yang dikoordinasikan oleh Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana Kemdikbud bersama BNPB.

Arahan Presiden terkait itu yaitu:

  • 7 Januari 2019 pada Sidang Kabinet: “Edukasi kebencanaan harus dimulai tahun ini. Terutama di daerah rawan bencana kepada sekolah melalui guru dan kepada masyarakat melalui para pemuka agama”
  • 11 April 2021 di Istana Bogor yaitu Pemerintah Daerah agar senantiasa mengimbau masyarakat untuk mempererat kerja sama dan meningkatkan kesiapsiagaan terhadap potensi bencana, karena Indonesia berada di wilayah ring of fire.

Dalam hal ini menghadapi tantangan kedepan dalam penanggulangan kebencanaan setiap daerah perlu sejalan dengan Perpres 87 Tahun 2020 Tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana Tahun 2020-2044 khususnya penyusunan peraturan daerah yang sinkron dengan praktik dilapangan, pengelolaan pola ruang yang dilakukan Pemerintah Daerah khususnya yang disebutkan dalam surat paling sedikit perlu memberikan perlindungan pada kawasan resapan air, kawasan sempedan sungai, kawasan sempedan pantai, kawasan perlindungan waduk, kawasan irigasi, kawasan mata air dan kawasan rawan bencana.

Selain itu juga dipandang perlu adanya peningkatan peran pemerintah daerah dibawah koordinasi kementerian dalam negeri dalam mewujudkan tata ruang dan wilayah yang berbasis mitigasi bencana mengarah pada upaya menata pola ruang, struktur ruang dan pengendalian ruang agar mengarah pada mitigasi bencana.

Artikel berupa opini ini ditulis oleh Emmanuel Ariananto Waluyo Adi, S.H., Analis Hukum pada Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.

Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi KlikLegal.

AZ

Dipromosikan