Masa Depan Sistem Perizinan Berusaha (OSS-RBA) Apabila UU Ciptaker Dicabut MK

Masa Depan Sistem Perizinan Berusaha (OSS-RBA) Apabila UU Ciptaker Dicabut MK

Masa Depan Sistem Perizinan Berusaha (OSS-RBA) Apabila UU Ciptaker Dicabut MK

OSS-RBA (Online Single Submission Risk Based Approach) telah resmi diberlakukan BKPM / Kementerian Investasi pada 09 Agustus 2021[1]. Sejak saat itu hingga 31 Januari 2022, BKPM / Kementerian Investasi mengklaim telah menerbitkan 737.194 NIB (Nomor Induk Berusaha)[2]. Jumlah tersebut tentunya terus bertambah hingga tulisan ini diterbitkan.

Secara umum, OSS-RBA merupakan pengganti dari OSS 1.0 dan OSS 1.1. Jika pada versi OSS sebelumnya, sistem perizinan berusaha berbasis pendekatan izin (license approach), maka pada OSS-RBA, sistem perizinan berusaha berbasis pendekatan risiko (risk approach). OSS-RBA menyederhanakan sistem perizinan berusaha, dikarenakan sebelumnya seluruh bidang/kegiatan usaha harus memiliki izin usaha di samping NIB, yang untuk memperolehnya harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Sementara pada OSS-RBA, bagi risiko rendah dan menengah rendah, tidak perlu memenuhi persyaratan lain selain pengisian data usaha di Sistem OSS-RBA. Tentunya hal ini menghemat energi, waktu, dan biaya yang harus dikeluarkan oleh Pelaku Usaha.  

OSS-RBA sendiri lahir berkat dan menginduk kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). OSS-RBA diatur dalam Pasal 6 – Pasal 12 UU Ciptaker. Untuk melaksanakan dan menjalankan OSS-RBA, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP 5/2021) dan puluhan peraturan pelaksana dari tingkat Peraturan Pemerintah (PP) hingga Peraturan Kementerian yang diterbitkan.

Di tengah berjalannya dan optimalisasi terus-menerus atas OSS-RBA, keberlangsungan sistem ini terancam akibat sebuah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Awal mulanya adalah permohonan pengujian formil UU Ciptaker pada Oktober 2020 lalu yang dilakukan oleh beberapa pihak. Pada akhir 2021, melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020, MK menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat. Namun, UU Ciptaker masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai tenggat waktu 2 (dua) tahun yang ditetapkan MK. Apabila perbaikan tidak selesai dilakukan, maka UU Ciptaker akan inkonstitusional permanen.

Anggaplah Pemerintah dan DPR gagal menyelesaikan ‘PR’ dari MK, maka bagaimana kelanjutan dari Sistem OSS-RBA? Bagaimana nasib ratusan ribu NIB yang telah dikeluarkan? Lebih luasnya lagi, bagaimana efeknya terhadap bisnis dan investasi di Indonesia?

Ketidakjelasan sistem dan kewenangan perizinan berusaha di Indonesia akan merugikan pelaku usaha, karyawan/pekerja, hingga pengguna/konsumen itu sendiri. Hal yang sama pernah terjadi pada sistem pengelolaan / penyediaan air minum pasca Putusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013 yang mencabut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA).

Demi menghindari mandeknya sistem perizinan berusaha, baik BKPM / Kementerian Investasi dan Instansi K/L Lainnya harus mengantisipasi hal ini. Menurut penulis, beberapa skenario hukum yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut:

SKENARIO PERTAMA : OSS-RBA DICABUT SECARA PENUH

Skenario ini merupakan skenario alami, apabila tidak ada antisipasi dari Pemerintah. Sebagaimana disebutkan MK pada Poin 5 dan Poin 6 amar putusannya, bahwa UU Ciptaker menjadi inkonstitusional permanen dan undang-undang serta pasal-pasal yang telah dicabut atau diubah oleh UU Ciptaker berlaku kembali. Sehingga secara mutatis mutandis, pasal mengenai OSS-RBA dan aturan turunannya pun tidak berlaku lagi. Artinya, PP 5/2021 pun dicabut, dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (PP 24/2018) kembali berlaku.

Dengan demikian, BKPM / Kementerian Investasi terpaksa menutup Sistem OSS RBA dari layanannya, dan kembali menjalankan Sistem OSS 1.1. Begitu pula dengan berbagai produk perizinan berusaha yang telah dikeluarkan pada rezim OSS-RBA, maka harus disesuaikan sesuai rezim OSS 1.1. NIB tidak lagi berlaku sebagai perizinan berusaha, Sertifikat Standar dan IZIN harus disesuaikan kembali dengan format izin usaha pada Sistem OSS 1.1. Tentu hal ini butuh waktu. Mengacu pada lahirnya OSS RBA hingga efektif berjalan pada Agustus 2021, maka Pemerintah dapat mengambil kebijakan untuk penyesuaian dapat dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak UU Ciptaker dicabut oleh MK.

SKENARIO KEDUA : OSS-RBA DICABUT BERSYARAT

Pada skenario kedua, Sistem OSS-RBA tetap tidak diberlakukan lagi oleh BKPM / Kementerian Investasi. Sehingga Sistem OSS kembali pada OSS 1.1 (License Approach). Namun meski kembali ke Sistem OSS 1.1, produk perizinan berusaha yang telah diterbitkan OSS RBA tidak perlu disesuaikan seluruhnya.

Bagi perizinan berusaha berupa Sertifikat Standar terverifikasi (Risiko Menengah Tinggi) dan IZIN (Resiko Tinggi) tetap berlaku. Hal ini dikarenakan keduanya diperoleh setelah Pelaku Usaha melakukan pemenuhan persyaratan, yang mana merupakan konsep yang sama dengan license approach pada OSS 1.1. Sementara NIB (risiko rendah) dan Sertifikat Standar (risiko menengah rendah) harus disesuaikan, dalam artian Pelaku Usaha kembali memenuhi persyaratan ke K/L Terkait. Hal ini karena kedua produk tersebut diperoleh tanpa memenuhi persyaratan, melainkan hanya pengisian data usaha di Sistem OSS RBA. Tentunya hal ini dapat dilaksanakan dengan dikeluarkan Surat Edaran dari BKPM / Kementerian Investasi, atau jika perlu Peraturan BKPM.

SKENARIO KETIGA : OSS-RBA TETAP BERLAKU

OSS-RBA dapat saja tetap berlaku, meski UU Ciptaker telah dicabut. Sejatinya, sistem perizinan berusaha sendiri berinduk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU Penanaman Modal), yang memang diubah pada UU Ciptaker. Oleh karena itu, UU Penanaman Modal akan menjadi sumber hukum terbaru bagi legalitas Sistem OSS-RBA.  Pemerintah Pusat perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah baru, yang bersandar pada UU Penanaman Modal.

Kebijakan demikian bertujuan untuk kestabilan kegiatan bisnis dan investasi di Indonesia. Hal demikian pernah dilakukan oleh Pemerintah saat UU SDA dicabut MK, dengan mengeluarkan Perpres 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dan Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 04/SE/2015 tentang Izin Penggunaan Sumber Daya Air dan Kontrak Kerjasama Pemerintah dan Swasta Dalam Sistem Penyediaan Air Minum Perpipaan setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 85/PUU-XI/2013, sebagai solusi kepastian hukum bagi para pemegang izin penggunaan SDA.

         Apapun skenario yang mungkin terjadi dan diterapkan Pemerintah dan K/L Terkait, semoga hal tersebut tidak menyulitkan dan menghambat para Pelaku Usaha dalam menjalankan bisnisnya.

FL

Artikel berupa opini ini ditulis oleh Farhan Izzatul Ulya, Project Associate SMARTLEGAL ID. 

Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi KlikLegal.

Dipromosikan