Mencermati Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penyelenggaraan Telekomunikasi oleh Menkominfo

Mencermati Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penyelenggaraan Telekomunikasi oleh Menkominfo

Mencermati Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penyelenggaraan Telekomunikasi oleh Menkominfo

Diskresi oleh Menkominfo atas tarif batas atas dan batas bawah penyelenggaraan telekomunikasi dinilai berpotensi mengganggu iklim persaingan usaha. 

Suksesi pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) menjadi catatan penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Salah satu yang menjadi sorotan adalah perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi).

Perubahan UU Telekomunikasi  dalam UU Cipta Kerja Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran (PP Poltesiar) ini mengatur kemudian mengenai penetapan tarif batas atas dan batas bawah penyelenggaraan jasa telekomunikasi oleh pemerintah. Pada Pasal 30 ayat (1) PP Poltesiar dinyatakan bahwa,

“Besaran tarif penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi dan/atau jasa Telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau jasa Telekomunikasi berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Menteri.”

Selanjutnya pada ayat (2) dinyatakan bahwa,

“Menteri dapat menetapkan tarif batas atas dan atau tarif batas bawah Penyelenggaraan Telekomunikasi dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan usaha yang sehat.”.

Kedua norma ini merupakan landasan operasional dari Pada Pasal 71 UU Cipta Kerja angka 2 yang mengubah ketentuan Pasal 28 UU Telekomunikasi menjadi,

  1. Besaran tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi dengan berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
  2. Pemerintah Pusat dapat menetapkan tarif batas atas dan/atau tarif batas bawah penyelenggaraan telekomunikasi dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan usaha yang sehat.

Dengan demikian kewenangan dalam menetapkan tarif batas atas harga pemanfaatan berada pada kewenangan Menteri yang dalam hal ini Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika (Menkominfo) sebagaimana terdapat pada Pasal 1 angka 32 PP Poltesiar.

Apabila diinterpretasikan secara gramatikal, materi muatan diatas menunjukkan bahwa kewenangan ini menjadi tidak mutlak dilakukan oleh Menteri sehingga setiap pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi dapat diatur dan ditetapkan oleh Menteri atau dapat juga tidak diatur dan ditetapkan oleh Menteri expressis verbis.

Artinya, semua bergantung pada pertimbangan dan atas diskresi dari Menkominfo.

Sejalan dengan itu, penuturan dari Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi (BRTI), I Ketut Prihadi Kresna yang mengatakan, “Pada dasarnya pengaturan besaran tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi ditetapkan oleh operator penyelenggara jaringan telekomunikasi. Akan tetapi pada kondisi tertentu pemerintah pusat dapat menentukan tarif batas dan/atau tarif batas bawah”, sebagaimana dikutip dalam Kontan.

Hadirnya kata ‘dapat’ dalam redaksi yang disampaikan oleh Kresna menunjukkan bahwa ketentuan penetapan tarif batas atas dan tarif batas bawah ini tidak mutlak sehingga penetapannya akan dilakukan apabila memang diperlukan.

Kresna melanjutkan bahwa, tujuan dari adanya penetapan (keseragaman) ini karena pada sekitar tahun 2016 atau 2017 terdapat satu operator telekomunikasi menetapkan tarif paket data internet yang terbilang sangat mahal dibandingkan dengan penetapan tarif di Indonesia bagian tengah dan Indonesia bagian barat. Dengan demikian pada saat itu, pemerintah meminta agar operator telekomunikasi tersebut untuk menurunkan tarif. Hal ini agar perbedaan tarif antara Indonesia bagian barat, tengah dan timur tidak terlalu signifikan.

Fakta empiris yang disampaikan karena cukup menggambarkan kepada publik tentang bagaimana konstelasi pemanfaatan telekomunikasi ini yang pada dasarnya harus diselenggarakan berdasar pada kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal demikian tidak terjadi sebagaimana kasus diatas.

Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penyelenggaraan Telekomunikasi

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menanggapi penetapan tarif ini dengan serius. Sebagaimana disampaikan oleh Komisioner KPPU Kodrat Wibowo bahwa, “Adanya fixed price atau penetapan tarif ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Persaingan Usaha). Kalau ada pihak yang menginginkan harga fixed maka mereka meniadakan semangat persaingan usaha yang sehat. Padahal penciptaan persaingan usaha yang sehat sudah ada di dalam UU. Masa kita mau mundur seperti zaman orde baru yang semua dikontrol oleh negara. Indonesia bukan negara sosialisdikutip dari Detik.com. 

Dengan demikian pandangan dari KPPU jelas, menolak dan sebisanya Menkominfo tidak memberlakukan penetapan tarif ini sebab pengaturan ini masih memungkinkan ketiadaan intervensi Menkominfo. Penetapan harga hendaknya dilakukan berdasarkan mekanisme pasar oleh pelaku usaha.

Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah sektor telekomunikasi sekarang ini tidak lagi menjadi penguasaan penuh dari pemerintahan yang memungkinkan adanya monopoli (secara tunggal), sehingga tidak memiliki urgensi bahwa ketentuan ini diberlakukan.

Akan tetapi apabila Menkominfo hendak melakukan penetapan tarif ini maka harus mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PP Penetapan Tarif). Hal ini dikarenakan penyelenggaraan telekomunikasi termasuk bagian dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Pada PP Penetapan Tarif dinyatakan, Obyek PNBP memiliki kriteria: 

    1. pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah; 
    2. penggunaan dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara; 
    3. pengelolaan kekayaan negara; dan/atau 
    4. penetapan peraturan perundang-undangan sebagaimana dinyatakan pada Pasal 2.

Dalam menentukan tarif ini harus mempertimbangkan dampak pengenaan tarif terhadap masyarakat, dunia usaha, sosial budaya, aspek keadilan; biaya penyelenggaraan layanan;  dan/ atau kebijakan Pemerintah.

Dalam PP Poltesiar tidak dinyatakan mengenai klasifikasi tarif sehingga dalam pemberlakuan tarif batas atas dan batas bawah penyelenggaraan telekomunikasi harus diatur dalam Peraturan Menteri.

Tindakan ini disesuaikan dengan jenis tarif yang terdiri dari tarif spesifik dan tarif ad valorem. Tarif spesifik merupakan tarif yang ditetapkan dengan nilai nominal uang. Sedangkan tarif ad valorem adalah tarif yang ditetapkan dengan persentase atau formula.

Akan tetapi hingga artikel ini dimuat tarif batas ini belum memiliki regulasi yang jelas dalam tataran praktisnya. Secara teknis ini sangat dibutuhkan untuk menjamin kepastian hukum bagi pihak penyelenggara telekomunikasi dan pemerintah.

Hal-hal yang penting diatur sebagai legal substance dalam pengaturan praktikal ini berupa parameter pemberlakuan tarif batas. Sebab, dalam PP Poltesiar tidak dinyatakan secara eksplisit dalam keadaan yang bagaimana tarif batas ini bisa diberlakukan. Selanjutnya penting mengatur tentang koordinasi Menkominfo dan Menteri Keuangan dalam proses penentuan tarif PNBP yang dibebankan kepada penyelenggara telekomunikasi. 

Koordinasi ini harus diselenggarakan secara transparan dan akuntabel serta menggambarkan sinergitas bagi pemangku kepentingan. 

DAS

Dipromosikan