Terbukti Bersalah, KPPU Denda 7 Perusahaan Atas Kartel Migor

Terbukti Bersalah, KPPU Denda 7 Perusahaan Atas Kartel Migor
Image Source: aeaweb.org

Terbukti Bersalah, KPPU Denda 7 Perusahaan Atas Kartel Migor

“Ketujuh perusahaan tersebut terbukti melanggar Pasal 19 huruf c UU No. 5 Tahun 1999 mengenai pembatasan peredaran dan penjualan barang  dalam penjualan migor kemasan di Indonesia.”

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) jatuhkan denda kepada 7 (tujuh) perusahaan minyak goreng (migor) atas tindakannya yang menimbulkan kelangkaan migor pada tahun lalu. 

Dilansir dari CNN (29/5/2023), perusahaan-perusahaan yang terbukti bersalah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5 Tahun 1999) ialah PT Asianagro Agungjaya, PT Batara Elok Semesta Terpadu, PT Incasi Raya, PT Salim Ivomas Pratama Tbk., PT Budi Nabati Perkasa, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Sinar Alam Permai. 

Ketujuh perusahaan tersebut terbukti melanggar Pasal 19 huruf c UU No. 5 Tahun 1999 mengenai pembatasan peredaran dan penjualan barang  dalam penjualan migor kemasan di Indonesia.

Adapun, denda yang dijatuhkan oleh KPPU kepada perusahaan-perusahaan tersebut diakumulasikan sebesar Rp71 miliar.

“KPPU menjatuhkan besaran sanksi denda yang beragam kepada 7 (tujuh) Terlapor tersebut, dengan total denda yang mencapai Rp71,28 miliar,” sebagaimana dikutip dari siaran pers yang dilansir dari CNN (28/5/2023).

Hasil Penyelidikan KPPU

Pada tahun lalu, KPPU menyelidiki kasus ini setelah terjadi lonjakan harga migor, yang mengakibatkan pemerintah Indonesia memberlakukan pembatasan harga eceran sementara. 

Sebagai informasi, sebagaimana dikutip dari Siaran Pers KPPU Nomor 33/KPPU-PR/V/2023 yang diakses melalui laman resmi KPPU, kasus ini merupakan inisiatif dari KPPU terkait dugaan pelanggaran Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 oleh para terlapor pada periode Oktober 2021 hingga Desember 2021, serta Maret 2022 hingga Mei 2022.

Baca Juga: Berawal dari Kelangkaan Minyak Goreng, KPPU akan Sidang 27 Perusahaan

Dugaan pelanggaran tersebut terkait penjualan migor kemasan di Indonesia. Kasus ini telah melewati proses pemeriksaan oleh Majelis Komisi. 

Pemeriksaan pendahuluan dimulai pada 20 Oktober 2022, diikuti oleh pemeriksaan lanjutan sejak 25 November 2022, dan perpanjangan pemeriksaan lanjutan hingga 4 April 2023.

Dalam kasus ini, 7 (tujuh) dari 27 (dua puluh tujuh) perusahaan dinyatakan bersalah atas pembatasan distribusi migor merek selama periode berlakunya pembatasan harga eceran pada awal tahun 2022. 

Dalam persidangan, Majelis Komisi juga menemukan bahwa para Terlapor tidak mematuhi kebijakan pemerintah terkait harga eceran tertinggi (HET), melalui penurunan volume produksi dan/atau volume penjualan selama periode pelanggaran. 

Tindakan ini dilakukan dengan sengaja untuk mempengaruhi kebijakan HET. Faktanya, setelah kebijakan HET dicabut, pasokan minyak goreng kemasan kembali tersedia di pasar dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. 

Ketidakpatuhan ini menyebabkan kelangkaan minyak goreng dan mengakibatkan penurunan kesejahteraan masyarakat.

Perilaku penurunan volume produksi dan/atau penjualan pada periode pelanggaran dalam hal bahan baku tersedia, merupakan perilaku yang tidak jujur dan menghambat persaingan usaha dalam kegiatan produksi dan pemasaran migor kemasan. 

Oleh karena itu, Majelis Komisi menyimpulkan bahwa pelanggaran Pasal 19 huruf c UU No. 5 Tahun 1999.

Praktik Kartel

Mengutip dari narasi.tv (11/12/2022), kartel merupakan bentuk kerja sama antar perusahaan untuk menetapkan harga komoditi tertentu secara lebih tinggi, membatasi suplai produk, dan mengurangi persaingan bisnis. 

Tujuan kartel adalah untuk menguasai pasar dan memperoleh keuntungan yang lebih besar dan ditandai oleh adanya persekongkolan sebagai upaya untuk mengurangi atau menghapus persaingan bisnis, dan peningkatan harga produk yang tidak stabil.

Berdasarkan Siaran Pers KPPU Nomor 33/KPPU-PR/V/2023, dalam putusannya, Majelis Komisi menyatakan bahwa dari total 27 perusahaan terlapor dalam kasus ini, tidak terbukti bahwa mereka melanggar Pasal 5 terkait penetapan harga.

Namun, Majelis Komisi memutuskan bahwa 7 (tujuh) perusahaan secara sah dan meyakinkan terbukti melanggar Pasal 19 huruf c terkait pembatasan peredaran atau penjualan barang, hal ini merupakan bentuk praktik kartel.

Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan ketentuan Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1999, tindakan membatasi peredaran dan/atau penjualan barang dan/atau jasa di pasar bersangkutan termasuk ke dalam perilaku penguasaan pasar. 

Pada tindakan membatasi peredaran dan/atau penjualan barang dan/atau jasa, pelaku usaha mengambil langkah untuk membatasi milik pesaingnya dengan tujuan mengurangi pangsa pasar mereka.

Dengan demikian, pelaku usaha dapat menguasai dan mengendalikan jumlah barang dan jasa yang tersedia di pasar terkait. Tindakan ini dapat dilakukan sendiri oleh pelaku usaha atau bersama-sama dengan pelaku usaha lain di pasar yang sama.

Kategori Tindakan Pembatasan Peredaran dan/atau Penjualan

Adapun, hal ini dapat dilakukan melalui dua kategori, yakni:

  1. Dengan membatasi jumlah barang dan/atau jasa milik pelaku usaha, yang dilakukan secara mandiri atau bersama-sama dengan pelaku usaha lain di pasar bersangkutan yang sama. Jika dilakukan secara bersama-sama dengan pelaku usaha lain maka perilaku ini termasuk ke dalam perilaku kartel seperti yang dinyatakan dalam Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999. 
  2. Dengan membatasi barang dan/atau jasa yang milik pelaku usaha pesaing. Tujuannya adalah untuk mengurangi pangsa pasar pesaing sehingga pelaku usaha dapat mengendalikan jumlah barang dan jasa di pasar. Tindakan ini dapat dilakukan sendiri atau bersama dengan pelaku usaha lain dalam pasar yang sama. Jika dilakukan bersama-sama, termasuk dalam kegiatan bersekongkol sebagaimana diatur dalam Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1999.

 

SS

Dipromosikan