UU Produk Halal Diharapkan Bisa Mendorong Pelaku Usaha Non-Muslim Memenuhi Kewajiban Halal

Mayoritas pelaku usaha yang besar adalah non Muslim, sedangkan mayoritas konsumen adalah Muslim.

Sumber Foto: http://www.halalcorner.id

Auditor Sertifikasi Halal, Bisma berharap bahwa pelaku usaha non Muslim di Indonesia bisa terdorong memenuhi kewajiban membuat produk halal pasca diberlakukannya UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).

Bisma mengatakan tantangan dari adanya kewajiban sertifikasi halal ini cukup. Untuk itu, Bisma berharap agar pelaku usaha dapat membuat produk-produknya sebagaimana ketentuan sertifikasi produk halal yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Baca Juga: Syarat Latar Belakang Keilmuan Auditor Halal Seharusnya Diperluas).

“Pelaku usaha yang besar-besar itu mayoritas tidak Islam. Nah, pelaku usaha yang kecil-kecil itu mayoritas Islam. Kan begitu. Tinggal persoalannya adalah bagaimana undang-undang ini bisa membuat pelaku-pelaku usaha yang tidak Islam itu berlaku, berproduksi halal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” jelasnya kepada KlikLegal melalui sambungan telepon, Selasa (7/11).

Lebih lanjut, Bisma juga berharap kewajiban sertifikasi halal yang mulai diberlakukan pada tahun 2019 mendatang ini dapat terus didukung oleh pelaku usaha. “Baik industri kecil, menengah besar, semua harus mendukung terus,” ujarnya.

Selain tantangan, Bisma menuturkan bahwa peluang untuk mengeruk keuntungan dalam industri halal juga besar. “Saya melihat peluangnya besar, sangat besar,” tuturnya. (Baca Juga: Ini 11 Kriteria Sistem Jaminan Halal yang Perlu Diterapkan Pelaku Usaha).

Hal tersebut, kata Bisma, berkaitan dengan penduduk Indonesia yang mayoritasnya Muslim. “Peluangnya itu potensi jumlah umat Islam apapun ceritanya itu dari 250 juta mungkin total penduduk kita sekarang, saya tidak ingat data statistik, tapi sekian ratus penduduknya itu paling tidak kondisi sekarang antara 70-80% Islam,” ujarnya.

Bisma mengatakan dari sekian banyaknya penduduk yang beragama Islam, setiap harinya tentu mereka perlu makanan dan minuman serta keperluan lainnya untuk dikonsumsi sehingga adanya kewajiban sertifikasi halal ini menjadi sebuah peluang besar di tengah penduduk Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam. “Mereka setiap hari butuh makan yang halal, butuh kosmetik yang halal, butuh minuman yang halal. Itu kan potensi sangat besar,” ujarnya.

Apalagi, Bisma menuturkan sebagian masyarakat sudah lebih selektif dalam memilih produk. “Masyarakat sebagai konsumen harus sudah melakukan seleksi dalam memilih produk yang harus dikonsumsi,” ujarnya. (Baca Juga: Muhammad Yanis Musdja dan Impian Mendirikan Program Pascasarjana Produk Halal Pertama di Indonesia).

Salah satu yang menjadi hal utama yang perlu diperhatikan menurut Bisma adalah bahwa pemerintah sebagai pembuat kebijakan juga harus siap untuk membantu pelaku usaha yang kesulitan dalam memperoleh sertifikat halal, padahal produk yang dimilikinya tersebut merupakan produk halal. “Untuk pemerintah yang paling penting adalah bahwa pelaku usaha itu tidak semuanya mampu, maka yang tidak mampu itu bantulah untuk mendapatkan sertifikat halal,” pungkasnya.

(LY)

Dipromosikan