Kilas Balik Sidang Uji Materi UU Jaminan Produk Halal

Sidang perdana pemeriksaan pendahuluan digelar pada 23 Januari 2017 lalu.

Wakil pemerintah dalam pengujian UU Jaminan Produk Halal. Sumber Foto: http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/

Untuk pertama kalinya, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk di-judicial review. Saat ini, advokat Paustinus Siburian selaku pemohon dan pihak-pihak lain yang berkepentingan sedang harap-harap cemas menunggu putusan sembilan hakim konstitusi terhadap perkara tersebut.

Para hakim konstitusi memang telah rampung menyelesaikan segala proses persidangan terkait uji materi UU Jaminan Produk Halal tersebut. Berikut adalah kilas balik persidangan UU Jaminan Produk Halal dari proses pemeriksaan pendahuluan hingga proses rangkaian pemeriksaan pokok perkara. (Baca Juga: Paustinus Siburian, Advokat yang Berani Uji Materi UU Jaminan Produk Halal).

Alur Persidangan di Mahkamah Konstitusi

Pemeriksaan Pendahuluan
Pemeriksaan Pokok Perkara
Mendengarkan Keterangan Presiden/Pemerintah
Mendengarkan Keterangan DPR dan/atau DPD
Mendengarkan Keterangan Saksi
Mendengarkan Keterangan Ahli
Mendengarkan Keterangan Pihak Terkait
Pembacaan Putusan

Sumber: Dirangkum dari Peraturan MK No.06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang

Sidang pengujian UU Jaminan Produk Halal ini pertama kali digelar di MK pada Senin, 23 Januari 2017 lalu dengan agenda pemeriksaan pendahuluan. Dalam sidang ini, pemohon menjelaskan permohonannya yang menguji diktum huruf b, Pasal 1 ayat (1) dan (2), Pasal 3 huruf a, Pasal 4, dan Pasal 18 ayat (2) UU JPH. Pemohon pun menjelaskan poin-poin alasan permohonan. (Baca Juga: Bila Definisi Tak Diperbaiki, Pemohon Khawatir Jasa Advokat Harus Bersertifikat Halal).

Majelis panel hakim konstitusi pada pemeriksaan pendahuluan in yang terdiri dari Prof. Aswanto (ketua majelis), serta Wahiduddin Adams dan Suhartoyo (masing-masing sebagai anggota) memberikan saran dan tanggapan kepada Pemohon. Beberapa masukan yang diberikan adalah: (1) meminta pemohon mempertajam kerugian konstitusionalnya; (2) persoalan yang diajukan dinilai seperti persoalan implementasi karena saat ini peraturan pelaksanaannya belum lengkap; (3) meminta pemohon untuk memperbaiki sistematika permohonannya.

Kemudian, sidang pemeriksaan pendahuluan kembali digelar pada Selasa, 7 Februari 2017. Dalam perbaikan permohonannya, pemohon telah mengikuti saran majelis hakim dalam sidang terdahulu dengan menyederhanakan petitum permohonannya. (Baca Juga: Definisi Tak Jelas Jadi Alasan Advokat Gugat UU Jaminan Produk Halal).

Setelah permohonan sudah dinilai layak untuk disidangkan, perkara uji materi UU JPH ini dibawa ke pleno yang terdiri dari sembilan hakim konstitusi untuk diperiksa pokok perkaranya. Pada Kamis, 4 Mei 2017, MK menggelar sidang mendengarkan keterangan presiden/pemerintah dan DPR, di mana pemerintah diwakili oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Nur Syam.

Dalam sidang tersebut, Nur Syam menegaskan bahwa keberadaan UU JPH merupakan perwujudan tanggung jawab negara untuk menjamin setiap pemilik agama beribadah dan menjalan ajaran agamanya. (Baca Juga: Pemohon Masih Menunggu MK Putuskan Uji Materi UU Jaminan Produk Halal).

“Perlindungan dalam penyelenggaraan JPH adalah perlindungan yang ditujukan kepada masyarakat Muslim sebagaimana tertuang dalam penjelasan Pasal 2 huruf a UU JPH. Perlindungan dalam hal ini tidak bisa diartikan sebagaimana pembiaran umat lainnya. Hal ini karena umat non muslim boleh atau tidak dilarang mengkonsumsi produk halal. selain itu, UU JPH tidak melarang penjualan produk non halal,” ujarnya.

Lalu, MK kembali menggelar sidang Mendengarkan Keterangan Pihak Terkait yang dilaksanakan pada Senin, 29 Mei 2017. Indonesia Halal Watch (IHW) selaku Pihak Terkait diwakili oleh Ikhsan Abdullah. Ia menyatakan kekhawatiran Pemohon tentang ancaman produk halal tidak beralasan. Ia menyebut Pemohon salah menangkap maksud UU JPH.

“Maksud mandatory sertifikasi halal adalah semua makanan dan minuman wajib disertifikasi. Jika suatu produk tak mengandung bahan haram, maka mesti diberi label halal,” jelas Ikhsan.

Adapun produk mengandung bahan haram, seperti babi atau alkohol, lanjutnya, tak wajib mengajukan sertifikasi halal sesuai Pasal 26 ayat (1) UU JPH. Dengan kata lain, produk haram tetap bisa beredar dan tidak dilarang di Indonesia.

Sidang selanjutnya, acara Mendengar Keterangan DPR dan Ahli/ Saksi pihak Terkait (V) pada Rabu (12/7). Saksi pihak terkait adalah Abdul Kholik yang merupakan tenaga ahli di badan legislasi di DPR. Ia mengatakan pada saat proses legislasi harmonisasi badan legislasi, seluruh RUU ini dikaji kembali baik aspek formil maupun dari aspek materiil.

“Dan secara prinsip, RUU ini juga memberikan keluasan kepada semua stakeholder terkait dengan Undang-Undang JPH. UU ini juga memberikan tenggang waktu selama 5 tahun sebagai masa transisi untuk memastikan bahwa seluruh persiapan dalam rangka pelaksanaan JPH bisa berjalan dengan baik. RUU ini juga dilakukan dalam prosesnya berlangsung secara partisipatif. Dibuktikan dengan seluruh proses RDP dengan berbagai pihak, dan RDPU, dengan juga stakeholder, dan kunjungan serta uji petik di berbagai daerah,” jelas Abdul.

Kemudian, untuk ahli pihak terkait menghadirkan Prof. Sukoso, yang kemudian terpilih sebagai Kepala Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH). Ia menjelaskan pentingnya manfaat sertifikasi halal dari dua aspek, yakni sebagai perlindungan konsumen serta ekonomi. Dalam hal perlindungan konsumen, sertifikasi halal merupakan bentuk penghormatan pada hak umat Muslim. “Makanan halal menjadi bagian dari kepercayaan umat Muslim. Ditambah lagi mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim,” jelasnya.

Terkait ekonomi, sertifikasi halal menyangkut daya saing produk untuk tataran global. Menurutnya, banyak negara, meski yang beragama Islam minoritas, tetap peduli pada produk halal. “Misal di Thailand ataupun Jepang, makanan minuman di sana ada penerapan sertifikasi halal. Sebab, mereka paham sertifikasi halal berefek positif bagi produk yang dijualnya, yaitu memberikan kejelasan bagi konsumen mereka yang Muslim,” kata Sukoso.

Saat ini, menurut penuturan Paustinus Siburian selaku pemohon, seluruh proses persidangan uji materi UU Jaminan Produk Halal sudah selesai. Bahkan, kesimpulan sudah dilakukan sejak lebih dari enam bulan lalu. Lalu, bagaimana sikap sembilan pengawal konstitusi atas UU JPH ini? Kita tunggu saja putusannya.

(PHB/ASH)

Dipromosikan