Dampak Penerapan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2022 tentang Pengesahan Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement: Benarkah Nilai Ekspor Indonesia Meningkat?

Dampak Penerapan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2022 tentang Pengesahan Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement Benarkah Nilai Ekspor Indonesia Meningkat

Dampak Penerapan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2022 tentang Pengesahan Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement: Benarkah Nilai Ekspor Indonesia Meningkat?

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, wajibnya negara bisa memastikan kebutuhan setiap rakyatnya. Hal tersebut menimbulkan sebuah hubungan antar satu negara dengan negara lainnya, dalam hubungan tersebut tidak lain tidak bukan bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan suatu negara dalam konteks sumber daya maupun barang lainnya, hubungan ini dapat dikenal sebagai kegiatan perdagangan internasional. Dalam supremasi hukum Indonesia yang kita kenal dengan Undang-Undang Dasar 1945 NRI diatur juga mengenai perdagangan internasional secara implisit yaitu pada Pasal 33 ayat (4) yang berbunyi “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.” Dalam rangka memajukan perekonomian nasional, kegiatan ekspor dan impor dapat menjadi pilihan tepat yang akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Terkhusus pada kegiatan ekspor barang dan jasa, hal tersebut dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu negara yang dampaknya akan sangat berpengaruh pada peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Termasuk Indonesia yang dalam beberapa tahun terakhir terus berfokus pada percepatan pertumbuhan ekonomi, hal ini dibuktikan dengan kenaikan nilai ekspor Indonesia yang semakin meningkat sejak tahun 2017 lalu. 

Salah satu usaha Indonesia dalam rangka memajukan perekonomian nasional adalah dengan melempar sebuah gagasan perjanjian perdagangan internasional baru pada saat memegang kepemimpinan ASEAN di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-19 dengan tujuan untuk mengonsolidasikan perjanjian perdagangan bebas FTA yang sudah dimiliki dengan enam mitra dagangnya, yaitu Tiongkok, Jepang, India, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Perjanjian tersebut ialah Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang kemudian pada November 2012, keenaam belas negara sepakat untuk meluncurkan dan mengesahkan the Guiding Principles and Objectives for Negotiating RCEP pada East Asia Summit (EAS), di Kamboja. Selanjutnya, RCEP ditandatangani oleh kesepuluh negara ASEAN dan enam negara mitranya di akhir KTT RCEP ke-4 yang menjadi bagian dari Rangkaian KTT ASEAN ke-37 dan secara resmi memulai perundingan negosiasinya pada 2013 dengan berpusat pada kesepakatan negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) serta enam negara yang sebelumnya telah tergabung dalam FTA. Puncaknya, pada Rapat Paripurna DPR RI tanggal 30 Agustus 2022, DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Peratifikasian Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement atau Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional untuk menjadi Undang-Undang. 

Hal ini dilakukan Indonesia karena dengan adanya perjanjian RCEP, nantinya akan dapat memberikan banyak manfaat terhadap berbagai sektor, khususnya bagi perluasan dan kemudahan dalam melakukan perdagangan internasional Indonesia, karena RCEP sendiri digadang-gadang sebagai Mega Free Trade Agreement (Mega-FTA). Beberapa manfaat yang akan diberikan oleh RCEP diantaranya (a) membuka lebar akses pasar barang, jasa, dan investasi dengan cara menghapus hambatan ekspor, baik secara tarif maupun nontarif; (b) menciptakan lingkungan usaha business friendly, fasilitatif, dan adil bagi seluruh pelaku usaha; (c) mendorong peningkatan Regional Production Network dan Regional Value Chain (RVC) sebagai bagian dari Global Value Chain (GVC); dan (d) meningkatkan Foreign Direct Investment (FDI).

  1. Urgensi Indonesia dalam Menggagas dan Meratifikasi RCEP 

Terdapat tiga penyebab utama yang mendorong negara anggota RCEP untuk segera mengesahkan RCEP. Pertama, kehadiran RCEP dapat meningkatkan dan memperdalam komitmen liberalisasi dalam perdagangan yang selama ini tidak terpenuhi oleh perjanjian perdagangan ASEAN+1 sebelumnya. Kedua, kehadiran RCEP dapat meringankan dampak dari “noodle bowl effect” pada aturan dan komitmen dalam perjanjian perdagangan bebas ASEAN+1 yang menghambat pemanfaatan FTA dengan memberikan informasi terkait bidang kebijakan dalam ruang lingkup perdagangan yang luas. Ketiga, penandatanganan perjanjian RCEP juga sangat berpengaruh bagi posisi ekonomi ASEAN karena dapat menanggulangi berbagai permasalahan yang sebelumnya ada dalam perjanjian ASEAN+1 dan negara anggota RCEP dapat semakin memperluas peluang ekonomi.

Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, Pemerintah Republik Indonesia beserta dengan anggota RCEP lainnya akhirnya menandatangani perjanjian RCEP pada tanggal 15 November 2020. Sebagai tindak lanjut penandatanganan tersebut, para pihak dalam perjanjian RCEP, termasuk Indonesia, harus meratifikasi atau mengesahkan dokumen perjanjian internasional di negara asal. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, “ratifikasi adalah salah satu bentuk pengesahan, yaitu perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional.” Pada umumnya karena peratifikasian dilakukan dari sebuah perjanjian internasional adalah mengesahkan Undang-Undang tersebut, maka akan timbul peraturan-peraturan sektoral yang formulasi kebijakannya didasarkan pada perjanjian internasional terkait. Sehingga, ketika suatu negara telah meratifikasi perjanjian internasional, negara tersebut berkewajiban untuk mengundangkannya ke dalam aturan hukum nasional. Dalam hal ini, Indonesia telah meratifikasi Perjanjian RCEP ke dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2022 tentang Pengesahan Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional).

  1. Komparasi Kondisi Kegiatan Ekspor Indonesia Sebelum dan Sesudah Meratifikasi RCEP

Pada ruang lingkup kegiatan ekspor, Indonesia berperan aktif dalam menggunakan bargaining position-nya untuk selalu bisa mengekspor sumber daya atau barang-barang tertentu dalam skala internasional. Dapat dilihat data dari BPS dibawah ini

Gambar 1.1 Tabel Nilai Ekspor (US$) Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistika

Dapat dilihat pada Gambar 2.1 bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik saat ini berawal dari adanya perbaikan hasil kinerja ekspor Januari-Oktober 2020. BPS menyatakan bahwasannya pada bulan Oktober 2020 nilai ekspor Indonesia mencapai 14,39 miliar US$  atau meningkat 3,09% dibanding ekspor bulan September 2020. Jika dibanding ekspor bulan Oktober 2019, terdapat penurunan sebesar 3,29%. Seiring dengan naiknya nilai ekspor Indonesia pada kuartal keempat di tahun 2020, Indonesia juga turut menandatangani Perjanjian RCEP bersama ASEAN dengan lima mitra dagangnya pada November 2020. Perjanjian RCEP tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk meningkatkan kinerja ekspor Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.

Setelah Perjanjian RCEP berlaku secara efektif di Indonesia, hal tersebut membuat peluang-peluang strategis ekspor Indonesia menjadi lebih terbuka. Selain itu, beberapa negara anggota RCEP juga memiliki kekuatan ekonomi yang sangat besar dengan cerminan bahwa pangsa pasar negara-negara anggota RCEP sebesar 29,6% penduduk dunia dan 29% PDB Dunia. Potensi tersebut akan menyebabkan kegiatan bisnis terkonsentrasi di Asia Timur. Pada bidang ekspor sendiri, bagi Indonesia RCEP akan membuka peluang meningkatkan nilai dan volume ekspor dalam negeri ke negara-negara anggota RCEP sebesar 8% hingga 11 %. Hal tersebut dapat dilakukan melalui perluasan peran Indonesia pada global supply chain dan spillover effects.

  1. Dampak Ratifikasi RCEP terhadap Peningkatan Ekspor di Indonesia

Dampak positif dari ratifikasi RCEP di Indonesia dapat dideskripsikan dengan sangat jelas seperti, peningkatan ekspor, investasi besar, daya serap tenaga kerja, dan lain sebagainya. Disamping itu, munculnya perjanjian RCEP juga akan berdampak pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kemunculan RCEP disinyalir akan meningkatkan persaingan UMKM yang mana kondisi tersebut berpotensi mengurangi pendapatan UMKM dan kedepannya sektor UMKM tidak akan kuat bersaing dengan produk impor yang semakin bertambah akibat dampak dari peratifikasian RCEP. Banyaknya pelaku usaha lokal Indonesia yang 95% terdiri dari UMKM, membuat Indonesia harus mengusulkan keterlibatan UMKM baik dalam kawasan regional maupun global. Oleh karena itu, dengan melihat konsiderasi dari dampak positif dan dampak negatif peratifikasian RCEP, sebenarnya langkah peratifikasian ini sangat banyak membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia di masa pemulihan pandemi. Akan tetapi, dampak negatif juga menjadi tantangan yang besar bagi perekonomian sektor riil yaitu UMKM dalam skala fundamental.

  1. PENUTUP

Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) merupakan perjanjian perdagangan bebas yang melibatkan lima belas negara, yakni sepuluh negara anggota ASEAN dan lima negara mitra dagangnya. Pemerintah Indonesia kemudian meratifikasi Perjanjian RCEP yang kemudian diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2022 tentang Pengesahan Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional). Dampak dari peratifikasian tersebut memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, salah satunya yaitu peningkatan ekspor. Disamping itu, terdapat pula pengaruh negatif dari ratifikasi RCEP di Indonesia, salah satunya adalah persaingan UMKM dengan produk asing yang memungkinkan terjadinya penurunan produksi dalam negeri. Dengan adanya tantangan besar yang akan dihadapi Indonesia dalam hal peratifikasian RCEP, yaitu bertambahnya persaingan UMKM, maka sebaiknya pemerintah membuat peraturan sektoral yang substansi hukumnya bisa diimplementasikan dengan nyata dan berpihak pada UMKM.

 

DAFTAR PUSTAKA

Buku 

Adolf, Huala. 2005. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

 

Jurnal 

Alhusain, Sani Achmad. 2020. Peluang dan Strategi Peningkatan Ekspor Pasca Penandatanganan Regional Comprehensive Economic Partnership. Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan Strategis Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik. 12(22): 19-20

Can, Edy., dan Fithra Faisal Hastiadi. 2020. RCEP dari Perspektif Indonesia: Menguji Faktor Kedekatan Pembangunan sebagai Strategi Peningkatan Ekspor. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, 11(2): 79-80

Clarissa, Sonya., dan Dadan Gandara. 2020. Kerja Sama Regional Comprehensive Economic Partnership. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional. IV. 50.

Fukunaga, Yoshifumi., dan Ikumo Isomo. 2013. Taking ASEAN+1 FTAs towards the RCEP: A Mapping Study, ERIA Discussion Paper Series. 

Wilson, Jeffrey D. 2015. Mega Regional Trade Deals in the Asia-Pacific: Choosing Between the TPP and RCEP?. Journal of Contemporary Asia, 45(2): 345-349

 

Internet 

DPR RI. (2022). Dukung Penguatan Kerja Sama Perdagangan Regional, DPR Setujui RUU RCEP Menjadi UU. (https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/40397/t/Dukung+Penguatan+Kerja+Sama+Perdagangan+Regional%2C+DPR+Setujui+RUU+RCEP+Menjadi+UU, diakses pada 13 November 2022)

Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional. (2018). RCEP. (https://ditjenppi.kemendag.go.id/index.php/asean/antar-dan-sub-regional-asean/rcep, diakses pada 14 November 2022)

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. (2022). UU 24/2022: Pengesahan Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional. (https://jdih.maritim.go.id/uu-242022-pengesahan-regional-comprehensive-economic-partnership-agreement-persetujuan-kemitraan-ekonomi-komprehensif-regional, diakses pada 14 November 2022)

 

Peraturan Perundangan 

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional Artikel berupa opini ini ditulis oleh Annisa Syifa Emillyantie, Azriel Viero Sadam, Jessica Damayanti selaku Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Dipromosikan