Perlindungan Hukum bagi Nasabah Bank Digital dengan Bunga Simpanan Melebihi Batas yang Ditetapkan oleh LPS

Perlindungan Hukum bagi Nasabah Bank Digital dengan Bunga Simpanan Melebihi Batas yang Ditetapkan oleh LPS

Perlindungan Hukum bagi Nasabah Bank Digital dengan Bunga Simpanan Melebihi Batas yang Ditetapkan oleh LPS

Kemajuan teknologi di era revolusi 4.0 saat ini sangat berkembang pesat sehingga memberi kemudahan bagi masyarakat untuk berkegiatan. Salah satu hasil dari revolusi 4.0 pada sektor jasa keuangan adalah Financial Technology (Fintech). Konsep Fintech menggabungkan antara sistem keuangan dan perkembangan teknologi sehingga menciptakan transaksi keuangan yang mudah dan praktis bagi masyarakat. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya bank digital dalam sektor perbankan. Perkembangan Bank Digital memiliki banyak manfaat terhadap kehidupan manusia karena sifatnya yang efektif, efisien, dan layanan bank yang optimal. 

Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank dan mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Hal ini dibuktikan dengan hadirnya asas kepercayaan pada perbankan di Indonesia guna menjalankan tujuan dan fungsinya. Perbankan Indonesia memiliki fungsi utama yakni sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional. Namun, perbankan juga dituntut untuk bisa beradaptasi dengan zaman yang terus mengalami perubahan di era digitalisasi. Salah satu bentuk adaptasi yang telah dipenuhi oleh sektor perbankan khususnya di Indonesia yakni Bank Digital. 

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum, Bank Digital merupakan Bank Berbadan Hukum Indonesia (BHI) yang menyediakan dan menjalankan kegiatan usaha terutama melalui saluran elektronik tanpa kantor fisik selain kantor pusat atau menggunakan kantor fisik yang terbatas dan dapat diterapkan dengan cara pendirian Bank BHI baru sebagai Bank Digital maupun transformasi dari Bank BHI yang sudah ada menjadi Bank Digital. Awal mula perkembangan Bank Digital merupakan salah satu proses transformasi lanjutan dari perbankan elektronik yang memiliki beberapa keunggulan untuk para nasabah maupun perusahaan Bank Digital itu sendiri (Annisa Indah Mutiasari, 2020: 35). 

Keputusan yang melahirkan Bank Digital di Indonesia telah menarik perhatian masyarakat dan terbukti dapat mempermudah sektor kehidupan masyarakat. Salah satu cara Bank Digital untuk menarik nasabah adalah dengan pemberian bunga simpanan dengan skala yang relatif besar. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan telah memberikan suatu kewajiban kepada seluruh perusahaan bank yang kegiatan usahanya dilaksanakan di Indonesia agar menjadi peserta penjaminan melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Kewajiban tersebut ditujukan agar ketika suatu bank telah gagal dalam menjamin simpanan nasabah, maka uang tersebut akan dialihkan menjadi pertanggungjawaban LPS. Satu hal yang perlu diperhatikan disini adalah besarnya bunga simpanan yang dijanjikan Bank Digital kepada nasabahnya telah dibatasi oleh LPS. 

Baca Juga: UU PPSK: Istilah “Bank Gagal” Diubah dan Wewenang LPS Diperkuat!

Sesuai ketentuan dari Pengumuman LPS Nomor 7 Tahun 2023 tentang Evaluasi Tingkat Bunga Penjaminan untuk Simpanan di Bank Umum, apabila suku bunga simpanan yang diperjanjikan antara Bank Digital dengan nasabah penyimpan melebihi tingkat bunga penjaminan simpanan, maka simpanan nasabah yang dimaksud menjadi tidak dijamin. Namun, tidak semua Bank Digital Indonesia mematuhi ketentuan LPS terkait tingkat bunga penjaminan simpanan dan memilih untuk menjanjikan pemberian bunga yang lebih besar dari batas yang ditentukan oleh LPS. Hal ini pasti akan menimbulkan dampak buruk disaat Bank Digital tersebut mengalami likuidasi dan mengakibatkan tidak terjaminnya dana nasabah di dalamnya. Maka dari itu, diperlukan sebuah perlindungan hukum yang dapat menanggulangi permasalahan tersebut demi mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap bank sekaligus mempertahankan eksistensi Bank Digital di Indonesia. 

Dampak pada Dana Simpanan Nasabah Bank Digital terhadap Pemberian Bunga Simpanan yang Melebihi Ketentuan LPS 

Pada tahun 1997-1998, Indonesia telah mengalami krisis moneter yang sangat berdampak kepada industri perbankan akibat dari 16 bank yang telah dilikuidasi dan menyebabkan kekecewaan masif masyarakat terhadap sistem perbankan (Zuriyati, dkk, 2015: 2). Peristiwa tersebut menjadi dasar pembentukan penjaminan terhadap para nasabah Bank Digital ketika dana yang disimpannya ke dalam Bank Digital tetap dijamin meskipun Bank Digital telah dilikuidasi. Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan telah memberi kewajiban kepada seluruh perusahaan bank yang kegiatan usahanya dilaksanakan di Indonesia agar menjadi peserta penjaminan melalui LPS. 

Kewajiban tersebut ditujukan agar ketika suatu bank telah gagal dalam menjamin simpanan nasabah, maka uang simpanan nasabah yang dapat berupa tabungan, deposito, giro, sertifikat deposito, dan bentuk lainnya akan dialihkan menjadi pertanggungjawaban Lembaga Penjamin Simpanan. Dalam perkembangannya, LPS akan memberi ketetapan tingkat bunga penjaminan sebanyak tiga kali dalam satu tahun setiap bulan Januari, Mei, dan September. Sesuai dengan Pengumuman LPS Tahun 2023 tentang Penetapan Tingkat Bunga Penjaminan untuk Simpanan di Bank Umum, maka tingkat bunga untuk simpanan pada bulan Mei 2023 adalah mata uang rupiah sebesar 4,25% dan untuk valuta asing sebesar 2,25%. Tingkat bunga penjaminan ini merupakan hal yang harus dipatuhi oleh setiap Bank Digital agar tetap memberikan bunga sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh LPS. 

Sejak pandemi Covid-19, Bank Digital semakin berkembang dan ramai diperbincangkan. Hal tersebut disebabkan mobilitas masyarakat yang terhambat sehingga mengharuskan mereka beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Banyak masyarakat yang beralih ke Bank Digital karena memberikan kemudahan dalam aktivitas perbankan hanya dengan smartphone. Dibuktikan dengan peningkatan 43,6% penggunaan fitur internet atau mobile banking oleh masyarakat (Dimas Jarot Bayu, 2020). Kemudian masyarakat menggunakan layanan Bank Digital dikarenakan sebanyak 75% masyarakat beranggap layanan Bank Digital praktis dan sebanyak 67% masyarakat menganggap layanan Bank Digital hemat waktu (Reza Pahlevi, 2022). 

Kehadiran Bank Digital mendorong persaingan baru dengan Bank Konvensional. Hal ini akan membentuk sebuah ekosistem baru di sektor jasa keuangan, serta mengubah peta persaingan dalam industri jasa keuangan. Keberadaan Bank Digital yang masih cukup baru ini menjadi tantangan tersendiri. Hal tersebut dikarenakan masyarakat belum sepenuhnya percaya pada layanan Bank Digital dan masih terpaku pada bank konvensional. Oleh karena itu, Bank Digital harus melakukan strategi untuk menarik nasabah baru. Pada umumnya Bank Digital memberikan bunga simpanan yang tinggi sebagai langkah untuk menarik perhatian nasabah baru.

Meskipun telah diatur secara jelas terkait batas bunga simpanan setiap bank oleh LPS dan dampak ketika bunga simpanan tersebut melebihi ketentuannya, akan tetapi masih terdapat beberapa Bank Digital yang memberikan bunga simpanan melebihi batas ketentuan dari LPS. Bank Digital tersebut seperti SeaBank dengan suku bunga tabungan pertahun 4%, suku bunga promo hingga 5% pertahun, dan suku bunga deposito hingga 7% dengan saldo minimum satu juta rupiah per tahun, dan Blu by BCA Digital dengan bunga 4,5% untuk simpanan lima ratus juta rupiah dan 4,75% untuk simpanan yang melebihi satu miliar rupiah, Bank Jago dengan bunga 5% pertahun untuk tabungan deposito (Sylke Febrina L, 2023). 

Selain itu, terdapat Bank Raya dengan bunga simpanan sebesar 4,50% dan Bank Neo dengan bunga hingga 8% pertahun (Aulia Akbar, 2023). Beberapa Bank Digital tersebut telah menjanjikan bunga simpanan yang relatif tinggi untuk menarik para konsumen menjadi nasabahnya. Hal ini perlu menjadi perhatian penting bagi para nasabah karena terdapat dampak yang harus dilalui dalam menerima bunga simpanan tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, apabila suku bunga simpanan yang diperjanjikan antara bank dengan nasabah penyimpan melebihi tingkat bunga penjaminan simpanan, maka simpanan nasabah tersebut tidak akan dijamin. LPS pada dasarnya hanya akan menjamin pembayaran simpanan nasabah tersebut hingga Rp2 Miliar. 

Pada Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan telah mengatur bahwa klaim penjaminan akan dinyatakan tidak layak bayar terhadap beberapa kondisi, yakni jika data simpanan nasabah tersebut tidak tercatat pada bank, nasabah penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar, dan disaat nasabah penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank menjadi tidak sehat. Huruf (b) Pasal 19 ayat (1) tersebut berkaitan dengan kondisi beberapa bank yang memberikan bunga simpanan yang melebihi batas ketentuan LPS. Hal ini sesuai dengan penjelasan Pasal 19 ayat (1) Huruf (b) yang memberikan salah satu contoh konkret dari poin tersebut yaitu disaat nasabah memperoleh hasil bunga jauh di atas tingkat pasar atau bisa dikatakan di atas tingkat yang ditentukan. 

Persyaratan tersebut secara umum dapat disebut sebagai kriteria simpanan layak bayar 3T, yakni tercatat dalam pembukuan bank, tingkat bunga simpanan tidak melebihi ketentuan LPS, dan tidak melakukan tindakan yang merugikan bank (Juanda Mamuaja, 2015:43). Tiga kriteria tersebut adalah hal yang harus dipenuhi oleh nasabah untuk melakukan klaim penjaminan simpanan ketika bank yang dijadikan tempat penyimpanan telah dilikuidasi. Maka dari itu, dalam melaksanakan fungsi sebagai penjamin simpanan nasabah, LPS akan bertugas untuk menjamin simpanan nasabah ketika bank yang menjadi tempat penyimpanannya telah gagal dalam menjalankan usahanya dengan cara melakukan klaim penjaminan atas simpanan nasabah bank (Hendri Jayadi, 2018:74). Akan tetapi, ketika bunga simpanan yang diterapkan dalam bank tersebut melebihi ketentuan dari kebijakan LPS, maka simpanan nasabah tidak akan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan. 

Upaya Nasabah dalam Mengajukan Keberatan ke LPS

Dalam menjalankan salah satu fungsinya sebagai penjamin simpanan nasabah, LPS telah memberikan suatu perlindungan hukum kepada konsumen perbankan. Penjaminan LPS tidak memberikan jaminan terhadap seluruh jumlah simpanan nasabah, akan tetapi hanya sebagian jumlah tertentu sesuai dengan batasannya (Hamzah Rauf, 2021: 59). Batasan jumlah simpanan yang dijamin oleh LPS adalah maksimum sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) bagi setiap nasabah. Sehingga jika nasabah mempunyai simpanan dibawah Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), maka akan mendapatkan dananya kembali selama telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh UU LPS. 

Pasal 20 ayat (1) UU LPS menyatakan bahwa jika nasabah merasa dirugikan dikarenakan salah satu hal, yakni klaim penjaminan nasabah tidak layak dibayar yang disebabkan oleh ketentuan “Nasabah Penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar”, maka nasabah yang dimaksud dapat mengajukan keberatan kepada LPS dengan menyertakan dengan bukti yang nyata dan jelas. Selain langkah tersebut, nasabah penyimpan juga dapat melakukan upaya hukum melalui pengadilan demi mengatasi permasalahan tersebut,  nasabah yang mempunyai simpanan lebih dari jumlah maksimum yang telah ditetapkan oleh LPS, dapat mengajukan pengembalian dana kepada Bank Digital sejak dinyatakan likuidasi. Bank Digital yang dilikuidasi tersebut bertanggung jawab atas pengembalian dana nasabah yang melebihi batas ketentuan LPS melalui hasil penjualan aset Bank Digital. Jika aset Bank Digital masih mencukupi untuk pengembalian dana nasabah yang tidak dijamin oleh LPS, maka nasabah dapat menunggu pengembalian dana hingga proses likuidasi selesai. 

Hal tersebut akan menjadi sebuah permasalahan apabila aset Bank Digital tidak mencukupi untuk pengembalian dana nasabah yang tidak dijamin oleh LPS (Made Mahartayasa, 2014: 8). Perlindungan hukum untuk mengatasi permasalahan tersebut telah tercantum dalam Pasal 54 ayat (5) UU LPS yang menjelaskan jika seluruh aset bank telah habis dalam proses likuidasi dan masih terdapat kewajiban bank kepada nasabah, maka kewajiban tersebut ditanggung oleh pemegang saham lama. 

Upaya Non Litigasi yang dapat Diajukan Nasabah 

Selain melakukan upaya hukum terhadap Lembaga Penjamin Simpanan, nasabah juga dapat melakukan upaya non litigasi. Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, upaya non litigasi terdiri dari metode konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Dalam kasus ini, nasabah dapat melalui upaya negosiasi yang diajukan oleh pihak Bank Digital. Dalam tahap negosiasi, Bank Digital dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu untuk mengembalikan dana nasabah melalui tim likuidasi. Upaya negosiasi dilakukan agar pihak Bank Digital dan para nasabah dapat mencapai kesepakatan bersama. 

Jika pihak Bank Digital tidak mengajukan negosiasi terlebih dahulu, maka para nasabah yang tidak dijamin oleh LPS dapat mengajukan upaya mediasi. Nasabah tidak dimungkinkan untuk mengajukan upaya negosiasi dikarenakan posisi yang lemah bila dibanding dengan pihak bank. Maka dibutuhkan seorang mediator untuk membantu menghasilkan kesepakatan antara kedua belah pihak. Nasabah dalam mediasi dapat mengusulkan agar pengembalian dana dilakukan secara bertahap selama masa likuidasi untuk mencegah Bank Digital wanprestasi dalam pengembalian dana nasabah. Jika pihak bank tidak menepati kesepakatan negosiasi ataupun mediasi, maka nasabah dapat melakukan upaya litigasi dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. 

Upaya Litigasi yang dapat Dilakukan Nasabah 

Sesuai dengan hak nasabah yang tercantum pada Pasal 54 ayat (1) huruf f UU LPS yang menjelaskan terkait kewajiban bank untuk membayar para kreditur, yakni simpanan dari nasabah penyimpan yang tidak dibayarkan penjaminannya dan simpanan nasabah penyimpan yang tidak dijamin. Sehingga apabila Bank Digital gagal memenuhi hak dari nasabah tersebut, maka nasabah dapat melakukan upaya pengajuan gugatan keberatan beserta tuntutan ganti rugi dengan menggunakan dasar hukum Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian bagi orang lain. Gugatan tersebut dapat diajukan karena pihak Bank Digital yang telah lalai dalam memenuhi kewajibannya yang diatur pada undang-undang. 

Pengajuan gugatan ke pengadilan dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan cara perorangan atau secara perwakilan kelompok. Nasabah yang mengalami kerugian dapat melakukan gugatan secara perorangan ke pengadilan terhadap pihak Bank Digital yang terkait. Apabila terdapat banyak nasabah yang mengalami kerugian serupa, maka dapat mengajukan gugatan yang sama dengan perwakilan kelompok melawan pihak Bank Digital terkait. 

Kesimpulan 

Setiap Bank Digital di Indonesia telah memiliki kewajiban untuk menjadi peserta penjaminan di Lembaga Penjamin Simpanan sesuai dengan UU LPS agar ketika suatu Bank Digital telah gagal dalam menjamin simpanan nasabah, maka uang simpanan tersebut dapat diklaim kembali oleh nasabah melalui LPS. Akan tetapi penjaminan simpanan nasabah tetap memiliki persyaratan dalam rangka untuk pemenuhan kembali hak simpanannya yang berupa syarat 3T, yakni tercatat dalam pembukuan bank, tingkat bunga simpanan tidak melebihi ketentuan LPS, dan tidak melakukan tindakan yang merugikan bank. LPS telah menetapkan tingkat bunga penjaminan untuk simpanan di Bank Umum pada bulan Mei 2023 adalah mata uang rupiah sebesar 4,25% dan untuk valuta asing sebesar 2,25%. Pada praktiknya, banyak Bank Digital yang mempunyai bunga simpanan melebihi batas yang telah ditetapkan oleh LPS. Hal tersebut akan berdampak jika Bank Digital tersebut likuidasi. 

Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UU LPS, nasabah yang tidak dijamin oleh LPS dapat mengajukan keberatan kepada LPS dengan menyertakan dengan bukti yang nyata dan jelas agar mendapatkan pengembalian dana. Batasan jumlah simpanan yang dijamin oleh LPS adalah maksimum sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) bagi setiap nasabah. Jika nasabah mempunyai dana simpanan melebihi Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) maka menjadi tanggung jawab Bank Digital untuk pengembalian dana dengan hasil penjualan aset Bank Digital. Nasabah dapat melakukan upaya hukum non litigasi berupa negosiasi dari pihak bank atau mediasi. Jika permasalahan tidak dapat diselesaikan melalui upaya non litigasi, maka nasabah dapat menempuh upaya litigasi dengan cara menggugat pihak Bank Digital atas dasar perbuatan melawan hukum Pasal 1365 KUHPer.

Saran 

Bagi setiap nasabah yang memiliki simpanan lebih dari batasan penjaminan LPS yaitu Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), maka sebaiknya nasabah dapat mengalokasikan dananya dalam beberapa rekening Bank Digital. Sehingga, apabila terdapat Bank Digital yang dilikuidasi, maka nasabah tetap akan mendapatkan hak simpanannya melalui LPS. 

Dalam rangka memberikan perlindungan hak kepada nasabah yang memiliki simpanan, seharusnya pihak LPS dan Bank Digital perlu bekerja sama dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang penjaminan simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Hal ini ditujukan agar masyarakat dapat mengetahui hak-haknya sebagai nasabah penyimpan dan tidak timbul miskonsepsi ketika mengalami kerugian terhadap simpanannya.

Daftar Pustaka 

Peraturan Perundang-Undangan 

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan 

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum 

Pengumuman LPS Nomor: Peng-7/DSPS/2023 tentang Evaluasi Tingkat Bunga Penjaminan untuk Simpanan di Bank Umum 

Jurnal 

Hamzah Rauf. “Kajian Yuridis Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Sebagaimana Telah Diubah Menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan.” Lex Privatum, Vol 9 No 6, 2021. 

Ni Made Dasri Librayanti, Made Mahartayasa, “Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan dalam Likuidasi Bank”, Jurnal Hukum Udayana, Vol. 02, No. 02, 2014. 

Juanda Mamuaja, “Fungsi lembaga penjamin simpanan dalam rangka perlindungan hukum bagi nasabah perbankan di Indonesia.” Lex Privatum, Vol 3 No 1, 2015. 

Hendri Jayadi dan Huala Adolf. “Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Hukum Perbankan Indonesia.” Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), Vol 4 No 2, 2018. Zuriyati Zuriyati, Maryati Bachtiar, dan Riska Fitriani “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Dana Pada Bank yang Dilikuidasi Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Hukum, Vol 2 No 2, 2015. 

Annisa Indah Mutiasari, “Perkembangan Industri Perbankan di Era Digital”, Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan, Vol 9 No 2, 2020. 

Internet

Sylke Febrina Laucereno, “Ini Daftar Bunga Deposito di Bank Digital, Ada yang Tembus 7%!”, <https://finance.detik.com/moneter/d-6635688/ini-daftar-bunga-deposito-di-bank-digital-ada-yang-tembus-7>, [Diakses pada 14/05/2023]. 

Aulia Akbar, “Adu Cuan Deposito 10 Bank Digital di Indonesia”, <https://www.cnbcindonesia.com/mymoney/20230206140453-72-411368/adu-cuan-deposito-10-bank-digital-di-indonesia>, [Diakses pada 14/05/2023] 

Dimas Jarot Bayu, “Layanan Perbankan Digital Makin Sering Digunakan saat Pandemi”, <https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/11/18/layanan-perbankan-digital-makin-sering-digunakan-saat-pandemi>, [Diakses pada 15/05/2023] 

Reza Pahlevi, Apa Alasan Konsumen Gunakan Bank Digital? Ini Hasil Surveinya, 2022. <https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/07/08/apa-alasan-konsumen-gunakan-bank-digital-ini-hasil-surveinya>, [Diakses pada 15/05/2023] 

Artikel berupa opini ini ditulis oleh David Nathanael Maruhawa, Enggarekso Diar Triaji, Raden Maulana Damarjati, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.

Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi KlikLegal.

AZ

Dipromosikan