Problematika Penggunaan Hak Cipta Konten Youtube sebagai Objek Jaminan Fidusia dan Perlindungan Hukum Bagi Kreditur di Indonesia

Problematika Penggunaan Hak Cipta Konten Youtube sebagai Objek Jaminan Fidusia dan Perlindungan Hukum Bagi Kreditur di Indonesia

Problematika Penggunaan Hak Cipta Konten Youtube sebagai Objek Jaminan Fidusia dan Perlindungan Hukum Bagi Kreditur di Indonesia

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak atas kekayaan atau hak untuk menikmati manfaat ekonomis terhadap karya ciptaannya yang mendapat perlindungan oleh hukum (Purba, 2005:1). Perkembangan HKI di Indonesia dimulai sejak diperkenalkannya undang-undang mengenai perlindungan HKI oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1844. Tidak hanya memberikan perlindungan, perkembangan HKI kini juga dapat berpotensi terhadap ekonomi kreatif di dalam pasar digital di Indonesia. 

Potensi ini di antaranya yaitu aset HKI yang berupa paten, lisensi, atau soft skill dapat mendorong akselerasi bisnis. HKI juga dinilai mampu sebagai insentif bagi usaha-usaha inovatif untuk menjaga hegemoni bisnisnya. Hal ini dikarenakan usaha insentif HKI memiliki kecenderungan untuk tahan terhadap krisis karena dianggap lebih mudah beradaptasi dalam mengikuti tren. (Jaman, Jurnal Hukum dan HAM West Science, November 2022:18) 

Salah satu jenis dari HKI adalah hak cipta. Hak cipta terhadap konten YouTube dinilai memiliki potensi yang cukup tinggi untuk dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. YouTube sebagai salah satu platform yang populer di kalangan masyarakat Indonesia, kini dalam perkembangannya telah membuka peluang bagi para kreator untuk dapat menghasilkan nilai ekonomis dari karya berupa unggahan konten. 

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia pun mengesahkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang No.24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif (PP Ekonomi Kreatif) sebagai upaya untuk mengembangkan dan mendorong daya saing ekonomi. Disahkannya PP Ekonomi Kreatif merupakan hal yang positif karena selain bertujuan untuk melindungi hak seseorang terhadap karya yang telah dibuatnya juga dapat berpengaruh pada besarnya minat warga Indonesia untuk berkarya dan berinovasi (Lana, et al., Jurnal Padjadjaran Law review, 2, 2022: 4).

Adapun regulasi lainnya terkait Hak Cipta dan Jaminan Fidusia yang berlaku di Indonesia meliputi Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Walaupun telah memiliki regulasi, faktanya masih terdapat beberapa permasalahan yang seharusnya dapat dibenahi sebelum berlakunya regulasi PP Ekonomi Kreatif pada Juli 2023 nanti. Adapun permasalahan tersebut meliputi ketentuan detail teknis dan kepastian penentuan nilai ekonomis dari konten YouTube yang akan dijadikan sebagai Jaminan Fidusia. 

Kedudukan Hak Kekayaan Intelektual sebagai Objek Jaminan Kredit Perbankan di Indonesia 

Secara definisi, jaminan adalah keyakinan akan kemampuan debitur untuk dapat membayar utangnya atau mengembalikan pembiayaan yang telah dimaksud dalam perjanjian. Terdapat berbagai macam jaminan di Indonesia, salah satunya adalah jaminan fidusia. Jaminan fidusia adalah jaminan atas benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud, atau yang tidak dapat dibebani hak tanggungan menurut Undang-undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. 

Adapun pengalihan hak kepemilikan benda yang difidusiakan didasarkan atas kepercayaan dan benda tersebut berada dalam penguasaannya si pemilik. Pada praktiknya, subjek dalam fidusia terdapat 2 pihak yaitu pihak pemberi dan pihak penerima fidusia yang dapat berupa perorangan atau korporasi yang memiliki benda objek jaminan fidusia atau mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.

Berdasarkan yang disampaikan dalam Undang-Undang Hak Cipta, hak cipta merupakan salah satu hak kebendaan yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. Mengingat fakta bahwa ekonomi kreatif di Indonesia sedang berkembang pesat serta adanya ketersediaan perkembangan teknologi, potensi Konten YouTube sebagai salah satu objek jaminan fidusia menjadi pembahasan yang hangat diperbincangkan. Apabila dikaitkan dengan Undang-Undang Hak Cipta maka konten YouTube dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk audio visual “Sinematografi”. Hal ini tentu membuat konten YouTube menjadi salah satu bentuk Karya Intelektual yang berhak didaftarkan sebagai hak cipta dan memiliki nilai ekonomis. 

Mengingat fakta bahwa konten YouTube memiliki nilai ekonomis serta karakteristik hak kebendaan bergerak tidak berwujud menjadikannya sebagai objek yang tepat dalam Jaminan Fidusia. Yasonna Laoly, seorang Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa konten YouTube berpotensi untuk dijadikan sebagai jaminan apabila telah diterbitkannya bukti sertifikat dari kementerian terkait atas hak cipta yang didaftarkan. Selain itu, konten YouTube tersebut juga harus mempunyai viewers yang banyak (Konten YouTube Bisa Jadi Jaminan Uang ke Bank, Apa Syaratnya? 2022). 

Permasalahan dalam Penggunaan Hak Cipta Konten YouTube sebagai Objek Jaminan Fidusia di Indonesia 

Konten YouTube adalah salah satu kekayaan intelektual yang dilindungi oleh hak cipta sebagaimana telah diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Hak Cipta. Seorang kreator hanya boleh mengunggah video miliknya sendiri atau video milik orang lain dengan syarat ia memiliki izin penggunaan video tersebut. Artinya, kreator tidak boleh mengunggah suatu konten yang bukan miliknya atau hak cipta atas konten tersebut milik orang lain seperti trek musik, cuplikan program berhak cipta, atau video buatan pengguna lain (Dewi dan Manggala, Jurnal Inicio Legis, 3, November 2022: 120-121). 

Nilai ekonomi konten YouTube sebagai objek jaminan fidusia bersumber dari jumlah viewers dan subscriber yang telah memiliki iklan atau adsense. Perlu diingat kembali, bahwa yang dijaminkan dari konten YouTube adalah sertifikat kekayaan intelektual atau bukti hak cipta yang telah sah didaftarkan dan dicatatkan oleh Dirjen HKI. Bukti hak cipta tersebut sekaligus sebagai sertifikat fidusia yang berguna untuk pembuktian apabila terjadi sengketa dalam pelaksanaannya karena sertifikat jaminan fidusia yang memuat bukti hak cipta memiliki kekuatan eksekutorial (Lana, et al., Jurnal Padjadjaran Law review, 2, 2022: 7).

Namun, dalam implementasinya, penggunaan hak cipta konten YouTube sebagai jaminan fidusia masih mengalami berbagai permasalahan. Pertama, penentuan valuasi sebuah HKI masih belum jelas karena tidak adanya pedoman untuk menilai nilai ekonomis dari hak cipta yang ada di dalam konten YouTube. Padahal valuasi sangat penting bagi lembaga keuangan (bank atau non-bank) sebagai pihak kreditur pemegang jaminan fidusia untuk mengetahui kelayakan konten YouTube tersebut sebagai jaminan. 

Kemudian permasalahan kedua, konten YouTube sangat rentan pembajakan yang berisiko menurunkan nilai valuasi konten tersebut. Pembajakan menurut Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Hak Cipta adalah penggandaan ciptaan dan/atau produk hak terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Maraknya pembajakan terhadap konten YouTube mengakibatkan lembaga keuangan masih ragu dalam menerima jaminan berupa konten YouTube mengingat nilai valuasinya terancam menurun. 

Permasalahan ketiga berkaitan dengan eksekusi jaminan berbentuk hak cipta atas konten YouTube. Eksekusi jaminan berupa konten YouTube dengan cara pengalihan kepemilikan hak cipta atas semua konten pada suatu channel YouTube kepada pihak kreditur memiliki dampak jangka panjang yang kurang menguntungkan. Hal tersebut disebabkan, konten YouTube merupakan jenis digital kreatif yang akan bertambah hak ekonominya apabila pemilik konten tersebut membuat karya dan memiliki jumlah penonton banyak dalam kontennya tersebut (Lana, et al., Jurnal Padjadjaran Law review, 2, 2022: 11). 

Hak ekonomi dalam bentuk royalti sebuah konten YouTube didapatkan dengan adanya iklan, jumlah penonton, dan jumlah subscriber konten tersebut. Dengan beralihnya hak cipta atas konten YouTube secara keseluruhan, maka pemilik konten tidak lagi berkarya di dalam konten tersebut yang akan berdampak pada berkurangnya penonton. Hal tersebut mengakibatkan turunnya nilai ekonomi hak cipta tersebut (Lana, et al., Jurnal Padjadjaran Law review, 2, 2022: 12). 

Selain tiga permasalahan tersebut, permasalahan lain yang tidak kalah penting adalah belum adanya peraturan pelaksana untuk mengimplementasikan hak cipta untuk jaminan fidusia. Jika ditelusuri pada pengaturan dari lembaga otoritas terkait, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sampai saat ini belum menerbitkan peraturan pelaksana terkait kebijakan tersebut. Merujuk pada Pasal 43 Peraturan Bank Indonesia No. 9/6/PBI/2007, dapat dilihat bahwa belum ada poin pengaturan hak cipta sebagai jaminan fidusia. Akibat dari regulasi pelaksana yang belum jelas, lembaga keuangan masih ragu dalam menerapkan hak cipta konten YouTube sebagai jaminan fidusia. (Zakiyah, Jurnal Surya Kencana Satu, 12, Maret 2021: 82). 

Upaya Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Pemegang Jaminan Fidusia Atas Hak Cipta Konten YouTube Di Indonesia 

Upaya perlindungan yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk regulasi terkait dengan penerapan hak cipta konten YouTube sebagai jaminan fidusia antara lain: 

a) Pelaksanaan Penentuan Valuasi Konten YouTube yang Adil dan Transparan

Pelaksanaan penentuan valuasi pada konten YouTube mengalami sejumlah permasalahan seperti belum adanya kejelasan mengenai penentuan valuasi dari konten YouTube sehingga bank belum berani untuk menerima jaminan dalam bentuk HKI. Dalam dokumen Legislative Guide on Secured Transaction Supplement on Security Rights in Intellectual Property (2011) yang diterbitkan oleh United Nations on International Trade Law, menyatakan keraguan yang serupa mengenai valuasi HKI yang akan dijadikan jaminan, dimana belum ada pendekatan yang bersifat universal dalam menentukan nilai dari cash flow sebuah kekayaan intelektual. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan HKI yang digunakan sebagai jaminan di beberapa negara, para pemberi pinjaman dan para peminjam biasanya sering menggunakan penilai HKI professional yang independen dimana memiliki pendekatan atau formula tersendiri dalam menilai valuasi HKI tersebut. Di Indonesia sendiri, terdapat PP Ekonomi Kreatif yang mengatur mengenai pendekatan dalam penilaian kekayaan intelektual hal ini diatur dalam Pasal 12 PP Ekonomi Kreatif. 

Dalam realitanya, pendekatan penilaian kekayaan intelektual yang telah tercantum dalam PP tersebut belum cukup untuk memberikan rasa aman kepada bank sebagai pihak pemberi pinjaman. Dalam mengimplementasikan hak cipta konten YouTube sebagai jaminan fidusia, pemerintah memiliki pekerjaan rumah untuk membantu meningkatkan kompetensi penilai valuasi HKI Indonesia yang bersifat profesional dan terpercaya. Sebenarnya di Indonesia sendiri, terdapat lembaga penilai valuasi yang bernama Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) yang berada di bawah naungan Kemenkeu. Namun, belum diketahui secara pasti berapa banyak orang yang telah memiliki kompetensi untuk melakukan penilaian terhadap bidang kekayaan intelektual (Niscaya, Webinar Prospek Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai Jaminan Utang, 2022). Oleh karena itu, peningkatan kompetensi para penilai valuasi kekayaan intelektual sangat krusial untuk segera digarap oleh pemerintah sehingga proses penilaian valuasi kekayaan intelektual dapat berjalan dengan akurat dan sesuai dengan nilai yang berlaku sebenarnya. 

Hal tersebut juga dapat didukung oleh pemerintah Indonesia dan instansi terkait dalam pembentukan standar penilaian HKI yang dapat dijadikan pedoman oleh penilai valuasi yang berlaku secara universal di dunia. Seperti misalnya di Singapura, dimana pemerintah negara Singapura telah melakukan partnership dengan International Valuation Standards Council (IVSC) untuk mengeluarkan International Valuation Standards (IVAS) sebagai standardisasi penilaian oleh penilai profesional yang universal yang berlaku secara global (WIPO, 2021). Selain itu, dalam penerapannya di Indonesia, dibutuhkan suatu lembaga yang digunakan untuk mengawasi dan memverifikasi mengenai sistem valuasi yang telah diterapkan sehingga dapat menjamin bahwa nilai yang terkandung dalam objek kekayaan intelektual yang dibebani jaminan fidusia itu akurat sehingga dapat diklaim oleh pemegang fidusia apabila debitur tidak dapat melunasi utangnya (Humas FH UI,https://law.ui.ac.id/hak-cipta-sebagai-jaminan-fidusia-terhambat-sistem-valu asi/, akses 14 mei 2023). 

b) Penurunan Valuasi Konten YouTube akibat Adanya Pembajakan

Konten video YouTube memang tidak akan pernah luput dari resiko pembajakan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dalam penanganannya, tindakan tersebut dapat diadukan kepada pihak YouTube dalam bentuk copyright strike, dimana pihak YouTube akan menghapus konten YouTube yang dirasa telah merugikan hak cipta seseorang dalam bentuk pembajakan oleh pihak lain. 

Walaupun dalam realitanya pihak yang merasa dirugikan tersebut dapat menempuh jalur hukum, tetapi dalam penerapannya terdapat kendala yang mana pada umumnya identitas pembajak konten YouTube tersebut tidak diketahui karena biasanya mereka menggunakan akun palsu dan identitas diri palsu. Oleh karena itu, diperlukan adanya sinergi antara pemerintah, pihak YouTube, dan Menkominfo untuk memberantas dan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku pembajakan. Dengan adanya sinergi ini diharapkan, YouTube selaku pihak yang menyediakan wadah hak cipta konten ini dapat memberikan terms, privacy, and policy yang mendukung perlindungan hak cipta terhadap seluruh pengguna youtube. 

Selain itu, pemerintah juga dapat menjalin sinergi dengan Menkominfo dalam pembentukan PSTE untuk menerapkan strategi keamanan siber nasional dan standar informasi, membentuk kesatuan khusus dalam melakukan pembinaan dan pengawasan risk management penyelenggaraan sistem elektronik (Lana, et al., Jurnal Padjadjaran Law review, 2, 2022: 12) 

c) Penurunan Nilai Ekonomi Hak Konten YouTube karena Beralihnya Hak Cipta Pemilik Konten

Dalam hal ini, pihak penilai valuasi kekayaan intelektual harus mengukur apakah konten yang ada dalam channel tersebut dapat bertahan walaupun telah terjadinya peralihan hak cipta. Artinya, disini diperlukan adanya seleksi mengenai kelayakan sebuah channel youtube sebagai objek jaminan dimana channel YouTube tersebut harus memiliki konten yang tidak sensitif terhadap adanya peralihan hak cipta. Pihak penilai valuasi juga harus memperkirakan dampak dan resiko yang kemungkinan terjadi apabila adanya peralihan hak cipta dari pemilik konten kepada pihak lain. 

Semakin sensitif suatu konten terhadap peralihan hak cipta maka semakin rendah pula nilai valuasinya. Dalam hal ini, diperlukan kajian yang mendalam terhadap standar penilaian kekayaan intelektual yang berlaku, khususnya pada hak konten YouTube yang akan digunakan sebagai jaminan. Hal tersebut juga dapat didorong oleh peran Ditjen HKI untuk membantu dalam pelaksanaan verifikasi sertifikat Kekayaan Intelektual untuk memudahkan KI yang akan dinilai sebagai agunan kredit tersebut. 

d) Belum adanya Peraturan Pelaksana dari Bank Indonesia Mengenai Hak Konten YouTube sebagai Jaminan Fidusia 

Peraturan Bank Indonesia (PBI) merupakan pedoman bagi para bank, baik bank negeri maupun bank swasta untuk mengimplementasikan kebijakan-kebijakan baru yang berasal dari pemerintah ini diketahui belum ada revisi pengaturan mengenai jenis agunan kredit khususnya dalam PBI No. 9/6/PBI/2007, dimana dalam PBI tersebut hanya mengatur mengenai jenis agunan kredit aset berwujud saja seperti, surat berharga, tanah, gedung, mesin, dan lainnya. Belum ada pengaturan lebih lanjut mengenai jenis aset tidak berwujud untuk dijadikan jaminan dalam jaminan kredit perbankan. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan untuk merevisi PBI terkait jenis agunan kredit, untuk dapat mencantumkan jenis aset tidak berwujud, khususnya hak cipta. 

Baca Juga: Inkonsistensi Putusan MK dalam Eksekusi Jaminan Fidusia

Kendala lain yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan konten YouTube sebagai jaminan fidusia adalah belum adanya PBI yang mengatur mengenai sistematika pemberian jaminan terhadap objek HKI dan belum jenis-jenis kekayaan intelektual apa saja yang dapat dijaminkan. Hal ini menyebabkan bank-bank tersebut belum berani untuk menyediakan produk peminjaman dana berbasis HKI sebagai jaminan. 

Bank dalam hal ini juga dipengaruhi oleh prinsip kehati-hatian dimana bank tidak dapat menerapkan suatu kebijakan apabila belum ada regulasi yang jelas terkait pelaksanaan suatu kebijakan karena sesuai dengan prinsip kehati-hatian atau prudent banking principle, dimana bank harus menghindari resiko-resiko dalam mengambil suatu kebijakan yang belum terdapat regulasinya. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) (Rahandono, Hakiki, Nizam, 2019.).

Oleh karena itu, perlu adanya harmonisasi antara Bank Indonesia sebagai unit penyelenggara perbankan di Indonesia, pemerintah, dan lembaga-lembaga terkait dalam rangka mewujudkan kebijakan HKI sebagai objek jaminan fidusia, yaitu untuk membentuk Peraturan Bank Indonesia sebagai pedoman para perbankan untuk menerapkan kebijakan tersebut. Hal ini bertujuan untuk menciptakan adanya kepastian hukum bagi para bank dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut sebagai langkah dalam menerapkan prinsip kehati-hatian dalam perbankan. 

Kesimpulan 

Hak cipta atas konten YouTube memiliki potensi yang cukup tinggi untuk dijadikan objek jaminan fidusia. Namun, dalam implementasinya, penggunaan hak cipta atas konten YouTube mengalami beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut, yaitu (1) Valuasi konten YouTube yang belum jelas; (2) Rentannya pembajakan atas konten YouTube yang memiliki risiko turunnya nilai valuasi konten tersebut; (3) Adanya nilai ekonomi konten YouTube yang rentan menurun dalam jangka waktu panjang karena eksekusi secara menyeluruh ke pihak kreditur; dan (4) Belum adanya peraturan pelaksana terkait pelaksanaan hak cipta untuk jaminan fidusia. 

Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, pemerintah seharusnya melakukan upaya penyelesaian permasalahan tersebut untuk memberikan perlindungan kepada kreditur pemegang jaminan fidusia atas hak cipta konten YouTube. Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan cara (1) Melaksanakan penentuan valuasi konten YouTube yang adil dan transparan; (2) Memberantas dan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku pembajakan; (3) Melakukan seleksi mengenai kelayakan sebuah channel YouTube sebagai objek jaminan fidusia terhadap adanya peralihan hak cipta; (4) Merevisi PBI terkait jenis agunan kredit, untuk dapat mencantumkan jenis aset tidak berwujud, khususnya hak cipta.

Saran 

Dengan adanya analisis yang telah dipaparkan di atas diharapkan bahwa pemerintah selaku penyelenggara dalam kebijakan HKI sebagai jaminan fidusia dalam kredit perbankan dapat mengkaji kelemahan-kelemahan yang ada dalam implementasinya ke dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang komprehensif, responsif, dan adaptif untuk mendukung kebijakan tersebut. 

Juga diperlukannya sinergi antara YouTube, Bank Indonesia, Menkominfo, serta lembaga-lembaga terkait lainnya yang sekiranya dapat membantu mewujudkan HKI sebagai jaminan fidusia perbankan khususnya dalam hak cipta konten YouTube Sebagai jaminan fidusia perbankan. Diharapkan juga kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tersebut dapat memberikan rasa aman dan solusi yang sama – sama menguntungkan baik bagi pihak kreditur maupun pihak debitur dalam menjaminkan kekayaan intelektualnya.

 

Daftar Pustaka 

Undang – Undang 

Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta 

Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia 

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan 

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang No.24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif 

Peraturan Bank Indonesia No. 9/6/PBI/2007 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum 

Buku 

Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Bandung : PT Alumni, 2005. 

Jurnal 

Ninik Zakiyah, “Reposisi Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia”, Jurnal Surya Kencana Satu: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan, Vol. 12, No. , 2021 Ujang Badru Jaman, “Prospek Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai Jaminan Utang”, Jurnal Hukum dan HAM West Science, Vol. 1, No.1, 2022 Vinka Kurnia Dewi & Ferdiansyah Putra Manggala, “Urgensi Pembebanan Jaminan Fidusia pada Konten YouTube yang telah Memiliki Iklan (Adsense)”, Journal Inicio Legis, Vol. 3, No. 2, 2022 

Viskha Purwita Lana, dkk, “Urgensi Kelengkapan Teknis dalam Regulasi Penggunaan Konten YouTube Sebagai Jaminan”, Padjadjaran Law Review, Vol. 10, No. 2, 2022 

Rahandono, Riandhyka.,dkk. “Perlindungan Hukum Bagi Bank (Kreditur) Bila Debitur Kredit Macet Dengan Jaminan Hak Cipta. Jurnal Rechtens”, Vol.8, No.1.1–20, 2019. 

Artikel 

Humas FH UI, https://law.ui.ac.id/hak-cipta-sebagai-jaminan-fidusia-terhambat-sistem-valuas i/, akses 14 Mei 2023

Sejarah DJKI, https://www.dgip.go.id/tentang-djki/sejarah-djki#:~:text=Secara%20historis%2 C%20peraturan%20perundang%2Dundangan,UU%20Hak%20Cipta%20(191 2),  akses 13 Mei 2023 

Sumber lain-lain 

Unlocking IP- Backed Financing: Country Perspectives Singapore’s Journey, WIPO. 2021 

Niscaya, Webinar Prospek Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai Jaminan Utang, 2022 

Legislative Guide on Secured Transaction Supplement on Security Rights in Intellectual Property. 2011.

Artikel berupa opini ini ditulis oleh Bebi Chantika Wijanarko, Kineisha Salma Syakira, Zanisa Althalaf Putri, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.

Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi KlikLegal.

AZ

Dipromosikan