Anggota DPR Tegaskan Aturan CSR Sebagai Amanat Konstitusi

Perusahaan juga memiliki tanggung jawab bersama dalam membangun bangsa Indonesia.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Deding Ishak. Sumber Foto: http://www.dpr.go.id

Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Deding Ishak menegaskan bahwa aturan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) merupakan amanat dari konstitusi Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945.

Deding menjelaskan bahwa CSR merupakan amanat dari tujuan bangsa Indonesia yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, terutama yang berbunyi, “…. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial …”

Berdasarkan pernyataannya kepada KlikLegal pada Jum’at (28/7) melalui sambungan telepon, Deding mengatakan bahwa semua pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, serta perusahaan mempunyai kewajiban moral dan juga sosial. “Bagaimana agar apa yang menjadi atau hak-hak yang kita terima, kesempatan serta peluang yang kita terima, peluang besar dan sebagainya tentu juga harus mempunyai nilai sosial,” ujarnya. (Baca Juga: Mengenal Sejumlah Regulasi yang Mengatur CSR di Indonesia).

Kenyataan yang terjadi saat ini, Deding menilai penting kehadiran Rancangan Undang-Undang (RUU) CSR. Ia melanjutkan bahwa perlu adanya aturan semacam itu dengan keadaan Indonesia saat ini sebagai upaya untuk mengatasi berbagai permasalahan seperti ketimpangan kesenjangan sosial, kemiskinan, keterbatasan, dan sebagainya. “Jadi, tentu kita perlukan aturan. Perlu ada unifikasi. Perlu ada payung hukum sebagai induknya,” ujarnya.

Politisi Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) ini menekankan RUU CSR memang jangan sampai memberatkan pihak pengusaha, meskipun bukan berarti bahwa aturan ini bersifat sukarela atau sekedarnya. Dengan demikian, memang perlu adanya perumusan aturan mengenai CSR untuk mendapatkan suatu titik temu. “Apakah dari keuntungan perusahaan ataukah dari modal ini. Ini semua perlu didiskusikan,” jelasnya.

Semangat RUU CSR, Deding mengatakan, adalah agar mempunyai suatu payung yang jelas. Dalam proses pembuatan payung hukum itu juga membutuhkan adanya public sharing, baik dari perusahaan yang mendukung ataupun tidak mendukung, dan juga dari masyarakat. “Jadi menyerap juga aspirasi masyarakat,” ujarnya. (Baca Juga: Ada 7 Subjek Inti dari ISO 26000 yang Dapat Menjadi Rujukan RUU CSR).

Pada prinsipnya, Deding berpendapat bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab untuk bersama membangun bangsa ini. Pembangunan yang dilakukan tersebut, Deding melanjutkan, diharapkan dapat mengatasi kemiskinan yang terjadi. “Saya berpikir, hal ini harus juga disinergikan dengan kebijakan dan program penuntasan kemiskinan yang sekarang sudah digagas oleh Presiden saat ini,” jelasnya.

Oleh karena itu, Deding mengatakan bahwa perlu adanya dukungan dari pihak swasta, nasional, serta investor di Indonesia mengenai bagaimana cara mengatur hal-hal tersebut. “Agar mereka juga punya tanggung jawab, punya kepedulian, punya perhatian dalam rangka membantu masyarakat dalam rangka terkait dengan program kebijakan pemerintah,” tukasnya. (Baca Juga: Curhat Seorang Konsultan Hukum Perusahaan tentang RUU CSR).

Sebagai informasi, RUU CSR ini sebenarnya telah ditetapkan menjadi salah satu prioritas DPR yang akan dibahas pada 2017 ini di Komisi VIII DPR. Namun, Deding mengungkapkan bahwa pembahasan RUU ini ditunda untuk sementara waktu. Saat ini, Komisi VIII akan lebih fokus membahas RUU Haji dan Umroh, serta RUU Pekerja Sosial. Meski begitu, ia menuturkan tidak tertutup kemungkinan untuk menetapkan kembali RUU CSR ini menjadi prioritas pada 2018. (Baca Juga: DPR Menunda Pembahasan RUU CSR).

(LY)

Dipromosikan