Titik Terang Pasal Diskriminatif Terhadap Profesi Advokat dalam RUU KUHP

Titik Terang Pasal Diskriminatif Terhadap Profesi Advokat dalam RUU KUHP

Titik Terang Pasal Diskriminatif Terhadap Profesi Advokat dalam RUU KUHP

Perwakilan Pemerintah dan DPR sepakat dengan pandangan Peradi SAI bahwa Pasal 282 RUU KUHP harus diperbaiki.

Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan bahwa rumusan dalam Pasal 282 RUU KUHP bersifat diskriminatif terhadap profesi advokat. Pernyataan ini ia sampaikan melalui web seminar (Webinar) yang berjudul “Profesi Advokat Dalam Ancaman RUU KUHP”. Webinar ini diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (DPN Peradi SAI) pada Kamis (19/8/2021).

Dalam acara tersebut, Juniver Girsang, Ketua Umum Peradi SAI, menyampaikan bahwa dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim Pengkaji RUU KUHP yang dibentuk oleh DPN Peradi SAI dapat disimpulkan bahwa Pasal 282 RUU KUHP tidak memenuhi asas kejelasan tujuan dan asas kemanfaatan dan menimbulkan diskriminasi. Ada pun anggota dari Tim Pengkaji RUU KUHP tersebut terdiri dari Patra M Zen, T Mangaranap Sirait, Henry P Siahaan,  Subagio Sriutomo, dan Andi Simangunsong.

Isi dari Pasal 282 RUU KUHP sendiri yaitu:

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V advokat yang dalam menjalankan pekerjaannya secara curang:

  1. Mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan klien, padahal mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa perbuatan tersebut dapat merugikan kepentingan kliennya;
  2. Mempengaruhi panitera, panitera pengganti, juru sita, saksi, jurubahasa, penyidik, penuntut umum, atau hakim dalam perkara dengan atau tanpa imbalan.

Oleh karena itu, Juniver Girsang, dalam sambutannya dengan tegas meminta kepada anggota DPR dan Pemerintah untuk segera mencabut pasal tersebut dari RUU KUHP, “karena Pasal 282 mengancam advokat bisa dikriminalisasi dalam menjalankan profesinya.”. Dalam webinar tersebut, Arteria Dahlan, perwakilan Komisi III yang hadir, ikut menyetujui bahwa pasal tersebut perlu untuk direvisi, “Saya setuju jika pasal ini ditinjau ulang,” ungkapnya.

Webinar tersebut diapresiasi oleh Edward Omar Sharif Hiariej karena telah menjadi wadah yang baik dalam mengkritisi dan memberikan masukan konstruktif bagi penyusunan RUU KUHP, terutama dalam rangka melindungi profesi Advokat dari bentuk diskriminasi dan kriminalisasi. “Kami berterimakasih kepada Peradi SAI yang telah memberikan masukan serta mengkritisi  yang selama pembahasan terlewatkan dan seminar ini sangat berharga banyak pemikiran, usulan yang mendudukkan Advokat tidak boleh dikesankan diskriminatif dengan profesi lain. Pemerintah akan segera memperbaiki,” ucap Edward.

Terkesan Diskriminatif

Tidak hanya dari Peradi SAI, sebelumnya dalam siaran pers yang dilansir Kontan pada Selasa, (10/8/2021), Ketua Umum DPN Peradi, Otto Hasibuan, juga menyampaikan bahwa Pasal 282 RUU KUHP disusun dengan paradigma yang kurang tepat. Ia meyakini bahwa pasal ini terkesan diskriminatif, prejudice, dan tendensius. Menurut Otto, perbuatan curang dapat dilakukan siapa saja, bukan hanya Advokat namun aparat penegak hukum lainnya seperti Hakim, Polisi, Jaksa, dan bahkan klien itu sendiri.

Ia menyadari bahwa dalam prakteknya memang ada oknum Advokat yang melakukan perbuatan curang. Namun, hal tersebut selalu diatasi oleh Dewan Kehormatan Peradi dengan tegas. Otto mengklaim bahwa Peradi tidak segan untuk menjatuhkan sanksi kepada advokat, bahkan sampai harus melakukan pemecatan sekalipun. Sehingga, sebenarnya ketentuan sanksi yang ada pada Pasal 282 RUU KUHP tersebut tidak diperlukan lagi karena hal tersebut  sudah diatur dalam Kode Etik Advokat.

Di samping itu, Otto juga berpendapat pasal ini justru dapat mencelakakan profesi Advokat. “Pasal ini adalah delik formil, sehingga sangat berbahaya bagi advokat dalam menjalankan tugasnya. Ketika mendamaikan klien dengan lawannya, dapat terjadi win-win atau lose-lose. Kalau karena sesuatu hal kliennya menyetujui untuk lose atau mengalah dalam perjanjian, dapat saja di kemudian hari advokat tersebut dengan mudah dilaporkan klien dengan tujuan tertentu,” terangnya dalam siaran pers Peradi.

Oleh karena itu, berdasarkan pengkajian dan pertimbangan yang ada atas ketidak tepatan Pasal 282 RUU KUHP ini, Peradi yang diketuai oleh Otto Hasibuan meminta juga kepada Pemerintah dan DPR untuk mengeluarkan ketentuan Pasal 282 tersebut dari isi RUU KUHP.

 

RS

Dipromosikan