Mengenal Tujuh Model Business Plan Untuk Law Firm

Membangun bisnis, apalagi sebuah law firm bukanlah hal yang mudah. Diperlukan persiapan yang matang serta manajemen yang sistematis agar dapat memastikan bahwa law firm yang dibangun mampu bersaing dengan law firm lain yang sudah lebih dulu eksis. Namun ternyata untuk membangun sebuah bisnis, terlebih dahulu diperlukan business model plan yang tepat. Mengenai hal ini, Kirana D. Sastrawijaya, Senior Partner di UMBRA Strategic Legal Solutions, menjelaskan mengenai 7 model bisnis plan untuk law firm.

Pada Talkshow yang diadakan oleh Kliklegal.com pada Legalpreneurship Series 3th, “Marketing for Lawyers in Competitive Era”, Sabtu (25/8), Kirana menjelaskan bahwa terdapat tujuh business model plan yang dapat diterapkan lawyer untuk membangun law firm-nya. Tujuh business model plan tersebut adalah: 1) Global players; 2) Capital market firms; 3) King of their hill; 4) Boutique firms; 5) Category killers; 6) The hollow middle; dan 7) Integrated focus.

“Pada dasarnya semua law firm di dunia itu terdiri dari tujuh business model law firm. Ini yang jadi patokan kita juga. Kita mau jadi apa? Karena ini akan mempengaruhi cara marketing kita,” tutur Kirana.

Selanjutnya, Kirana menerangkan mengenai tipe business model plan yang pertama, yaitu global players. Umumnya, law firm dengan model ini adalah law firm yang sudah memiliki nama besar dan terkenal. Lalu, yang dimaksud dengan model capital market firms adalah adalah law firm yang berfokus pada modal dan umumnya mengambil proyek yang berfokus pada high margin. Untuk law firm dengan model king of their hill, Kirana mengatakan bahwa ini terdapat di Amerika, dimana setiap negara bagian memiliki law firms khususnya sendiri, dan law firm tersebut terkenal di negara bagian itu saja.

Terkait dengan boutique firms, Kirana menjelaskan bahwa law firm dengan model ini pada dasarnya mengambil suatu spesifikasi, misalnya law firm minning. Ia pun berujar bahwa pada awalnya, UMBRA ingin menjadi boutique firms.

“Jadi, boutique law firm kan pada dasarnya dia ngambil yang spesifik ya, spesifik bidang aja. Jadi kayak “okelah kita law firm minning aja” misalnya. Jadi kita marketingnya keluar sebagai specialist minning law firm atau specialist energy law firm gitu. Ini memang salah satu model yang awalnya ingin kita ikuti. Karena dulu kita bertiga kan masing-masing punya spesialisasinya sendiri; saya di energy, Pak Pram di MNA dan kita ada satu partner lagi yang government relation, berurusan dengan BKPM dan lain-lain,” ujarnya.

Mengenai category killers law firm, Kirana menjelaskan bahwa itu adalah perkembangan lebih lanjut dari boutique firms. Untuk hollow middle, ia mengungkapkan bahwa model ini merupakan nightmare bagi law firm, utamanya yang baru berdiri.

Problem dari law firm yang baru berdiri ini, kalo kita liat dari model-model yang ada, salah satunya adalah hollow middle. Ini sebenarnya kayak law firm “palu gada”. Mereka jadinya tidak bisa branding. Pokoknya kita “palu gada”, kita kerjain semua yang ada. Mungkin bisa dapet klien, tapi kita tidak bisa dapet premium dari klien itu sendiri.”

Terakhir, untuk model integrated focus, Kirana mengungkapkan bahwa model ini merupakan model yang diterapkan oleh UMBRA Strategic Legal Solutions. Hal ini karena UMBRA ingin agar klien mengetahui isu yang menjadi fokus mereka.

“Pada dasarnya, kita ingin bilang supaya klien ini tau nih fokus dari masing-masing partner kita itu apa. Jadi client gets the idea, gitu. Itu yang kita kerjakan. Pada saat itu ketika kita akhirnya bisa dapet talents yang berbeda expertise, gitu, akhirnya kita ambil integrated focus, dan kita marketing-nya sebagai integrated focus lawfirm,” ungkapnya.

PPA

Dipromosikan