Regulasi Paten Belum Mampu Mendongkrak Perkembangan Inovasi di Indonesia

Posisi Indonesia dalam hal inovasi masih jauh di bawah negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand.

Kasubdit Sertifikasi Pemeliharaan, Mutasi dan Lisensi Paten Kemenkumham Erbita Dumada Riani (Ketiga dari kanan). Sumber Foto: Dok Qualcomm.

Direktur Program Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Berly Martawardaya menyatakan bahwa secara umum hak paten memiliki dampak yang dapat menumbuhkan kreativitas dan inovasi yang cukup signifikan untuk bersaing secara sehat di dunia perdagangan global.

“Ternyata ada penemuan yang cukup menarik bahwa cukup signifikan dampak kontribusi atau pengembangan mengenai inovasi dari hak paten,” kata Berly dalam seminar yang diselenggarakan oleh Qualcomm, pada Kamis (9/11), di Jakarta.

Namun, sayangnya, Indonesia melalui peraturan perundang-undangan yang mengatur paten belum bisa memanfaatkan hal tersebut guna mendongkrak perkembangan inovasi di Indonesia. (Baca Juga: Qualcomm Berharap Regulasi HKI Dapat Mendorong Inovasi di Indonesia).

Berly mengungkapkan Indonesia saat ini berada di urutan ke-87 Global Innovation Indeks Rank 2017. Posisi Indonesia masih berada di level bawah dan tertinggal jauh dari negara-negara tetangga. “Kita di bawah Malaysia, di bawah Thailand, di bawah China yang tumbuhnya cepat dari tahun 2002, growth-nya tinggi hampir seperti Korea (Selatan,-red). Tapi yang pasti kita, Filiphina dan Vietnam juga masih relatif low, relatif belum signifikan,” katanya.

Lebih lanjut, Berly mengutarakan jika dibandingkan dari tahun 2014 hingga 2016, Indonesia sedikit sekali mengalami peningkatan dalam inovasi. Oleh karena itu, skor inovasinya tidak begitu banyak perubahan. Selain itu, kolaborasi antar universitas dengan swasta juga menurun. “Nah, ini salah satu pertanda yang negatif. Kemudian kami cek dan ternyata hubungannya dengan kebijakan fiskal,” tuturnya. (Baca Juga: Banyak Regulasi yang Kurang Kondusif terhadap Perkembangan Inovasi).

Menurut Berly, kemampuan persaingan di Indonesia memang bisa dibilang cukup meningkat, namun dari segi inovation indeks terbilang masih cukup rendah. “Daya saing kita ada di urutan 36. Tetapi, dari segi inovasi kita bahkan kalah dari Filiphina dan Vietnam. Ini mengkhawatirkan ya,” kata Berly.

Berly mengutarakan bila dibanding dengan negara-negara di Asia yang sudah maju, posisi Indonesia bahkan semakin jauh tertinggal. Ia menuturkan kemampuan inovasi Jepang dan Korea Selatan terus meningkat. Dari sini terlihat bahwa kegiatan pertumbuhan ekonomi di Jepang dan Korea Selatan memang didorong oleh kegiatan-kegiatan inovasi. (Baca Juga: Pelaku Ekonomi Kreatif Harus Bisa Memanfaatkan HKI).

“Ini sensitif sekali. Kita dengan negara India dan Asia jauh lebih jomplang sekali di bawah. Di ASEAN pun kita masih tertinggal. Kita lihat ada tiga besar di atas, tetapi kita justru berada di tiga besar bawah. Kalau main bola ada papan atas dan papan bawah. Jangan bangga kita yang punya nilai kompetitif. Di Global Indeksnya mereka punya nilai yang lebih tinggi dari kita,” jelas Berly.

“Jadi tidak mungkin mereka akan tersusul dan kita ketinggalan lagi. Tangga yang mengarah untuk menyusul Malaysia dan Thailand, tetapi kita sudah tertinggal cukup jauh untuk domestik innovation,” tambahnya. (Baca Juga: Bekraf Fasilitasi Pendaftaran HKI Pelaku Ekonomi Kreatif Secara Gratis).

Oleh karena itu, Berly menegaskan perlu adanya pembenahan. Ia menuturkan inovasi dihasilkan oleh beberapa faktor, yakni tenaga, waktu, resources, manager secara global sehingga perlu adanya hak eksklusif yang diperoleh melalui pendaftaran paten. “Semua produk yang sudah didaftarkan oleh institusinya punya hak ekslusif potensinya 20 tahun atas inovasinya,” tukasnya.

(PHB/LY)

====================================================

Artikel-artikel lainnya yang berkaitan dengan isu “HKI, Inovasi dan Ekonomi Kreatif” dapat disimak di tautan ini

Dipromosikan